HUKUM DONOR MATA


 

 

Diasuh Oleh: Ust M Shiddiq Al Jawi

 

Tanya :

Ustadz, apa hukumnya donor mata dalam Islam? (Yandi, Sukabumi)

 

Jawab :

Donor mata (at-tabarru’ bi al-‘ain, eye donation) adalah pemberian kornea mata kepada orang yang membutuhkannya (resipien). Kornea mata tersebut umumnya diambil dari mayat, lalu ditransplantasikan (dicangkokkan) kepada resipien. Pengangkatan kornea mata mayat harus dilaksanakan kurang dari 6 jam sejak donor dinyatakan meninggal, dan dalam waktu 24 jam sudah harus dicangkokkan ke resipien. Meski umumnya diambil dari mayat, dimungkinkan pula kornea mata diambil dari donor yang masih hidup. (Yusuf bin Abdullah al-Ahmad, Ahkam Naql A’dha` al-Insan fi a-Fiqh al-Islami, Riyadh : 1425 H).

 

Hukum syar’i yang rajih (kuat) dalam masalah ini menurut kami sebagai berikut : jika donor mata berasal pendonor hidup hukumnya mubah. Jika dari mayat hukumnya haram.

 

Bolehnya donor mata dari orang hidup, dikarenakan ada dalil syar’i yang menetapkan hak milik organ tubuh dan tiadanya risiko kematian donor mata. Syaikh Abdul Qadim Zallum menyatakan boleh secara syar’i seseorang yang masih hidup mendonorkan satu atau lebih organ tubuhnya kepada orang lain secara sukarela, karena adanya hak milik orang itu atas organ tubuhnya, dengan syarat tidak mengakibatkan kematian pendonor. (Abdul Qadim Zallum, Hukm al-Syar’i fi al-Istinsakh, hal. 9).

 

Menurut Syaikh Abdul Qadim Zallum kalau seseorang matanya tercongkel akibat perbuatan orang lain, dia berhak mengambil diyat (tebusan) atau memaafkan orang itu. Jika memaafkan, berarti dia menyumbangkan diyat, yang artinya dia mempunyai hak milik atas diyat. Adanya hak milik atas diyat, artinya ada hak milik atas organ tubuh yang disumbangkan dalam bentuk diyat.

 

Ringkasnya, bolehnya memaaafkan artinya adalah penetapan hak milik organ tubuh. Dalam hal ini telah terdapat nash-nash yang membolehkan memberikan maaf dalam qishash (QS Al-Baqarah [2] : 178) dan berbagai diyat. Terdapat ula nash hadits yang membolehkan memberi maaf, sebagaimana sabda Nabi SAW :

 

من أصيب بقتلٍ أو خبلٍ فإِنه يختار إحدى ثلاث: إما أن يقتصَّ، وإما أن يعفو، وإما أن يأخذ الدية

 

Barangsapa tertimpa musibah pembunuhan atau penganiayaan fisik, dia berhak memilih salah satu dari tiga pilihan; menuntut qishash, memaafkan, atau mengambil diyat.” (HR Ahmad, Abu Dawud no 4496, dan Ibnu Majah no 2623). (Imam Syaukani, Nailul Authar, hal. 1405).

 

Adapun jika donor mata berasal dari mayat, hukumnya haram. Alasannya ada 2 (dua) :  pertama, ketika seseorang meninggal, hilanglah hak miliknya atas apa pun, baik hartanya, tubuhnya, atau isterinya. Buktinya, hartanya wajib diwariskan, tubuhnya wajib dikuburkan, dan isterinya wajib menjalani masa iddah.

 

Maka orang yang meninggal tidak boleh lagi melakukan tasharruf (perbuatan hukum) atas tubuhnya, misalnya mendonorkan atau berwasiat kepada ahli warisnya mendonorkan organ tubuhnya. Wasiat ini tidak sah, karena merupakan wasiat atas sesuatu yang tidak lagi dimiliki.  Kaidah fiqih menyatakan :

 

من لا يملك التصرف لا يملك الإذن فيه

 

Man laa yamliku at-tasharrufa laa yamliku al-idzin fiihi. (Barangsiapa tidak berhak melakukan tasharruf, tidak berhak pula memberikan izin melakukan tasharruf). (Az-Zarkasyi, al-Mantsur fi al-Qawa’id, 3/211; M. Shidqi al-Burnu, Mausu’ah al-Qawa’id al-Fiqhiyah, 11/1081; Hasan Ali al-Syadzili, Hukm Naql A’dha` Al-Insan fi Al-Fiqh al-Islami, 109).

 

Kedua, mayat mempunyai kehormatan yang wajib dijaga. Yaitu tidak boleh dianiaya misalnya dicincang, dicongkel matanya, dipenggal kehernya, dan sebagainya. Dalilnya sabda Nabi SAW :

 

كسر عظم الميت ككسره حياً

 

"Memecahkan tulang mayat sama dengan memecahkan tulangnya saat dia hidup." (Arab : kasru 'azhmi al-mayyit ka-kasrihi hayyan). (HR Abu Dawud, no 3207, shahih; HR Ahmad, no 24.783).

 

Namun jika mayatnya non-muslim, hukumnya boleh menjadi donor mata. Karena terdapat dalil yang men-taqyid (memberi batasan) kemutlakan hadits di atas. Maksudnya, yang dilarang Nabi SAW adalah memecahkan tulang mukmin (muslim) saja, bukan tulang mayat secara mutlak (muslim dan non muslim). Sabda Nabi SAW :

 

ان كسر عظم المؤمن ميتا مثل كسره حيا

 

"Memecahkan tulang mu`min yang sudah mati, sama dengan memecahkannya saat dia hidup." (HR Ahmad, Malik, dan Ad-Daruquthni). Wallahu a’lam.   

 


Artikel Lainnya





Bagi para pembaca yang ingin menanyakan masalah Agama kepada KH. M. Shiddiq Al Jawi, silakan isi form pertanyaan di bawah ini. KH. M. Shiddiq Al Jawi insya Allah akan berusaha menjawab pertanyaan dari para pembaca melalui email.