OLEH: KH. M. SHIDDIQ AL JAWI Tanya: Ustadz, ada pendapat bahwa ketika laki laki sdh menjadi perempuan (transgender) sampai ganti kelamin, secara fiqih berlaku bagi dia fiqih perempuan, jika menampakkan rambutnya maka dihukumi menampakkan aurat. Kalo dia mati juga nanti wajib diurus dengan fiqih pengurusan jenazah perempuan, di luar hukum dia transgendernya ya. (Ini jelas dosa besar). Apakah pendapat ini benar? (Agus Suryana, Bandung). Jawab: Pendapat tersebut tidak benar. Yang benar adalah kalau seorang laki-laki dengan alat kelamin laki-laki sempurna (bukan hermaphrodite) melakukan operasi kelamin menjadi perempuan, maka dia tetap dihukumi laki-laki menurut hukum Islam. Tidak dihukumi sebagai perempuan. Jadi, kepada orang itu tetap diberlakukan hukum-hukum fiqih untuk laki-laki. Dalilnya adalah kaidah fiqih : *idza saqatha al ashlu saqatha al far’u.* (Muhammad Shidqi Al Burnu, Mausuu’ah Al Qawaaid Al Fiqhiyyah, Juz I, hlm. 271). Artinya, jika perkara pokok gugur, maka gugur pula perkara cabangnya. Dalam kasus ini, yang menjadi perkara pokok adalah hukum operasi ganti kelaminnya itu sendiri. Sedang perkara cabangnya adalah segala hak dan kewajiban yang lahir dari operasi kelamin itu. Perkara cabang itu misalnya bagian hak waris, posisinya dalam sholat jamaah, kewajiban menutup aurat, tatacara pengurusan jenazah untuknya, dsb. Dalam hal ini operasi ganti kelamin yang dia lakukan itu, yaitu dari laki-laki dengan alat kelamin laki-laki sempurna menjadi kelamin perempuan, hukumnya haram dan merupakan dosa besar. (Mengenai hukum operasi ganti kelamin selengkapnya lihat disini: https://www.google.com/amp/s/konsultasi.wordpress.com/2010/01/05/operasi-ganti-kelamin/amp/). Jadi perkara pokoknya sendiri sudah gugur. Maka segala cabang hukum dari perkara pokok itu, yaitu hak dan kewajiban yang lahir dari operasi yang haram itu, gugur juga. Jadi laki-laki yang melakukan operasi kelamin menjadi perempuan itu tidak dihukumi sebagai perempuan menurut hukum Islam, namun tetap dihukumi sebagai laki-laki. Dengan kata lain, dia tidak memperoleh hak dan kewajiban sebagai perempuan dalam pandangan hukum Islam. Maka dari itu, walapun penampilan fisiknya sudah mirip perempuan, dia tetap dihukumi sebagai laki-laki menurut hukum Islam. Bukan dihukumi sebagai perempuan. Jadi jika dia berbusana, wajib berbusana laki-laki, tidak boleh berbusana perempuan, misalnya memakai rok, kerudung, dsb. Jika dia hendak sholat jamaah di masjid, dia berkewajiban sholat di shaff laki-laki, tak boleh sholat di shaf perempuan. Jika dia masuk ke toiket, dia harus masuk toilet laki-laki, tak boleh masuk ke toilet perempuan. Jika dia mau naik Gerbong KA Khusus Wanita, harus dicegah, dia hanya boleh masuk ke gerbong untuk laki-laki. Jika dia mendapat hak waris, bagiannya adalah bagian waris laki-laki bukan bagian waris perempuan. Demikian seterusnya. Adapun jika operasi kelamin itu dilakukan bagi orang yang berkelamin ganda (hermaphrodite), lalu melakukan operasi penyempurnaan kelamin sekedar untuk menegaskan jenis kelaminnya, hukumnya boleh. Tidak haram. Maka dari itu, dia mendapat hak dan kewajiban syar’i untuk jenis kelamin barunya. Wallahu a’lam. *Yogyakarta, 19 September 2019* *M. Shiddiq Al Jawi.*
Bagi para pembaca yang ingin menanyakan masalah Agama kepada KH. M. Shiddiq Al Jawi, silakan isi form pertanyaan di bawah ini. KH. M. Shiddiq Al Jawi insya Allah akan berusaha menjawab pertanyaan dari para pembaca melalui email.