HUKUM MENERIMA HADIAH KUE DALAM PERAYAAN IMLEK


 

Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi

 

Tanya :

Ustadz, ini ada pertanyaan dari temen, kalau menerima hadiah Imlek (dodol) hukumnya gimana? (Arief Demang, Bandung).

 

Jawab :

Hukum menerima hadiah dari non muslim dalam rangka hari-hari raya mereka, seperti Imlek, Natal, dan lain-lain, secara syariah adalah boleh, kecuali jika hadiah itu berupa segala sesuatu yang diharamkan dalam agama Islam, seperti khamr (minuman keras), masakan daging babi, masakan daging dari hewan yang tidak disembelihan secara syar’i, dan yang semisalnya, maka tidak boleh kita umat Islam menerimanya.

 

Imam Ibnu Taimiyah dalam masalah ini berkata :

 

وَأَمَّا قَبُولُ الْهَدِيَّةِ مِنْهُمْ يَوْمَ عِيدِهِمْ فَقَدْ قَدِمْنَا عَنْ عَلِيٍّ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ-: أَنَّهُ أُتِيَ بِهَدِيَّةِ النَّيْرُوزِ فَقَبِلَهَا ، وَرَوَى ابْنُ أَبِي شَيْبَةَ فِي الْمُصَنَّفِ: حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ قَابُوسٍ عَنْ أَبِيهِ: "أَنَّ امْرَأَةً سَأَلَتْ عَائِشَةَ -رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهَا- قَالَتْ: ، قَالَتْ: أَمَّا مَا ذُبِحَ لِذَلِكَ الْيَوْمِ فَلَا تَأْكُلُوا، وَلَكِنْ كُلُوا مِنْ أَشْجَارِهَا، وَقَالَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنِ الْحَكَمِ بْنِ حَكِيمٍ عَنْ أُمِّهِ عَنْ أَبِي بَرْزَةَ أَنَّهُ كَانَ لَهُ سُكَّانٌ مَجُوسٌ فَكَانُوا يَهْدُونَ لَهُ فِي النَّيْرُوزِ وَالْمَهْرَجَانِ فَكَانَ يَقُولُ لِأَهْلِهِ مَا كَانَ مِنْ فَاكِهَةٍ فَكُلُوهُ وَمَا كَانَ مِنْ غَيْرِ ذَلِكَ فَرُدُّوهُ

 

“Adapun menerima hadiah dari mereka (kaum kafir) pada hari raya mereka, maka telah terdapat riwayat dari Ali bin Abi Thalib RA, bahwa Ali bin Abi Thalib RA telah diberi hadiah dalam rangka hari raya Nairuz (salah satu hari raya kaum Majusi), lalu Ali bin Abi Thalib RA menerima hadiah tersebut. Ibnu Abi Syaibah dalam kitabnya Al-Mushannaf berkata,”Sesungguhnya seorang perempuan pernah bertanya kepada ‘A`isyah RA,’Kami mempunyai kerabat sepersusuan dari golongan Majusi dan ketika mereka berhari raya mereka memberikan hadiah kepada kami.” ‘A`isyah RA berkata,’Adapun hadiah berupa sembelihan pada hari itu (hari raya mereka) maka janganlah kamu makan. Tetapi makanlah hadiahnya jika berupa buah dari pohon-pohon mereka.” Ibnu Abi Syaibah dalam kitabnya Al-Mushannaf berkata pula, ‘Telah meriwayatkan kepada kami Waki’ dari Al-Hakam bin Hakim, dari ibunya, dari Abu Barzah RA, bahwa dia mempunyai tetangga orang-orang Majusi, dan mereka memberikan hadiah kepadanya dalam hari raya Nairuz dan Mahrajan (hari raya agama Majusi), dan dia (Abu Barzah RA) berkata kepada keluarganya,”Hadiah yang berupa buah-buahan, maka makanlah. Adapun yang selain daripada itu, maka kembalikanlah.” (Ibnu Taimiyah, Iqtidhā` Al-Shirāt Al-Mustaqīm, Juz II, hlm. 120).

 

Riwayat tersebut menunjukkan pendapat atau perbuatan shahabat Nabi SAW sebagai berikut :

Pertama, ‘Ali bin Abi Thalib RA pernah menerima hadiah dari non muslim dalam rangka hari raya mereka (kaum Majusi).

Kedua, ‘A`isyah RA pernah memberi fatwa yang membolehkan umat Islam menerima hadiah dari kaum non muslim dalam hari raya mereka (kaum Majusi), dan memberi rincian bahwa kalau hadiah dari non muslim itu berupa sembelihan, hukumnya haram dimakan, dan jika berupa buah-buahan, hukumnya boleh dimakan.

Ketiga, Abu Barzah RA pernah memberi fatwa kepada keluarganya, bahwa hadiah dari kaum Majusi dalam rangka hari raya mereka, boleh dimakan jika berupa buah-buahan. Adapun jika berupa selain itu (maksudnya berupa masakan daging sembelihan), janganlah dimakan tetapi dikembalikan. 

 

Berdasarkan riwayat-riwayat dari shahabat Nabi SAW tersebut, Imam Ibnu Taimiyah mengambil kesimpulan sebagai berikut :

 

فَهَذَا كُلُّهُ يَدُلُّ عَلَى أَنَّهُ لَا تَأْثِيرَ لِلْعِيدِ فِي الْمَنْعِ مِنْ قَبُولِ هَدِيَّتِهِمْ، بَلْ حُكْمُهَا فِي الْعِيدِ وَغَيْرِهِ سَوَاءٌ، لِأَنَّهُ لَيْسَ فِي ذَلِكَ إِعَانَةٌ لَهُمْ عَلَى شَعَائِرِ كُفْرِهِمْ

 

“Semua riwayat ini menunjukkan bahwa perayaan hari raya non muslim tidak berpengaruh dalam arti menyebabkan adanya larangan untuk menerima hadiah dari mereka (non muslim), bahkan hukum menerima hadiah ini sama saja (yaitu sama-sama boleh), baik pada saat hari raya maupun di luar hari raya mereka, karena menerima hadiah ini tidak termasuk dalam perbuatan membantu syiar-syiar kekufuran dari mereka.”  (Ibnu Taimiyah, Iqtidhā` Al-Shirāt Al-Mustaqīm, Juz II, 120).

 

Berdasarkan penjelasan ini, jelaslah bahwa menerima hadiah dari non muslim dalam rangka hari-hari raya mereka, seperti Imlek, hukumnya boleh dan tidak mengapa. Maka jawaban untuk pertanyaan di atas, yaitu hukum menerima kue (semacam dodol) dalam rangka hari raya Imlek, adalah boleh secara syariah.

 

Namun hukum menerima hadiah dari non muslim dalam rangka hari-hari raya mereka, berubah menjadi haram, jika non muslimnya termasuk kafir harbi fi’lan (de facto), yaitu kaum kafir yang sedang memerangi umat Islam secara nyata, seperti kaum Zionis Yahudi saat ini yang tengah memerangi dan membunuhi umat Islam di Palestina. Firman Allah SWT :

 

اِنَّمَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ قَاتَلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَاَخْرَجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوْا عَلٰٓى اِخْرَاجِكُمْ اَنْ تَوَلَّوْهُمْۚ وَمَنْ يَّتَوَلَّهُمْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ

 

“Sesungguhnya Allah telah melarang kamu menjadikan mereka (kaum kafir) sebagai kawanmu, yaitu orang-orang yang telah memerangi kamu dalam urusan agama dan telah mengusir kamu dari kampung halamanmu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS Al-Mumtahanah : 9).

 

Sebagai catatan penting, hukum menerima hadiah ini berbeda dengan hukum memberi hadiah. Yang sudah kami jelaskan di atas adalah hukum menerima hadiah. Ini berbeda dengan hukum seorang muslim memberi hadiah kepada non muslim dalam hari-hari raya mereka, seperti Natal, Imlek, dan sebagainya. Jika seorang muslim memberi (bukan menerima) hadiah untuk temannya yang beragama non Islam dalam hari-hari raya mereka, seperti hari raya Natal, Imlek, dan sebagainya, hukumnya haram secara syariah. Hal ini dikarenakan seorang muslim yang memberi hadiah kepada non muslim dalam hari raya mereka, berarti telah memberikan pengakuan (iqrār) dan telah ikut serta (musyārakah) dalam syiar-syiar kufur mereka. Ini tidak boleh karena termasuk ke dalam tasyabbuh bil kuffar (menyerupai kaum kafir) yang telah diharamkan dalam Islam bagi seorang muslim. Sabda Rasulullah SAW :

 

مَن تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

 

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia adalah bagian dari mereka.” (HR Abu Dawud).

 

Imam Zaila’iy dalam kitabnya Tabyīn Al-Haqā`iq menegaskan tidak bolehnya seorang muslim memberi hadiah kepada non muslim dalam hari raya mereka :

 

وَالْإِعْطَاءُ بِاسْمِ النَّيْرُوزِ وَالْمَهْرَجَانِ لَا يَجُوزُ

 

“Memberi (hadiah) dalam rangka hari raya Nairuz dan Mahrajan [hari raya kaum Majusi) tidak boleh.” (Imam Zaila’iy, Tabyīn Al-Haqā`iq, Juz VI, hlm. 228).

 

Kesimpulannya, ada dua : Pertama, seorang muslim boleh hukumnya menerima hadiah dari non muslim dalam rangka hari-hari raya mereka, seperti Imlek, Natal, dan lain-lain, kecuali jika hadiah itu berupa segala sesuatu yang diharamkan Islam, seperti khamr (minuman keras) dan masakan daging babi. Kedua, seorang muslim haram hukumnya memberi hadiah kepada non muslim dalam rangka hari-hari raya mereka, karena perbuatan ini merupakan pengakuan (iqrār) dan perbuatan ikut serta (musyārakah) dalam syiar-syiar kufur mereka, yang termasuk ke dalam tasyabbuh bil kuffār (menyerupai kaum kafir) yang telah diharamkan dalam Islam bagi seorang muslim. Wallāhu a’lam.

 

Bandung, 10 Februari 2024

 

Muhammad Shiddiq Al-Jawi

 

Referensi :

 

https://islamqa.info/ar/answers/85108/ قبول-هدية-الكافر-في-يوم-عيده

 

https://www.islamweb.net/ar/fatwa/148879/ حكم-قبول-هدية-الكفار-في-أعيادهم

 


Artikel Lainnya





Bagi para pembaca yang ingin menanyakan masalah Agama kepada KH. M. Shiddiq Al Jawi, silakan isi form pertanyaan di bawah ini. KH. M. Shiddiq Al Jawi insya Allah akan berusaha menjawab pertanyaan dari para pembaca melalui email.