HUKUM MAKAN BACEM KELELAWAR DALAM ISLAM


Oleh : KH. M. Shiddiq Al Jawi 

 

Soal :

Ustadz bagaimana hukumnya bacem kelelawar? (Qomari Z, Yogya)

 

Jawab :

Untuk mengetahui hukum syara’ tentang bacem kelelawar, perlu diketahui lebih dulu hukum kelelawar itu sendiri, apakah kelelawar itu halal dimakan atau tidak? Dalam masalah ini telah terdapat dalil-dalil khusus yang melarang membunuh kelelawar. Dari larangan untuk membunuh ini diistinbath kesimpulan hukum syar’i mengenai haramnya memakan kelelawar.

 

Imam Syihabuddin asy-Syafi’i (w.808 H) dalam kitabnya At-Tibyān li Mā Yuhallal wa Yuharram min al-Hayawān hlm. 87 mengatakan kelelawar menurut pendapat masyhur dalam mazhab Syafi’i adalah haram. Imam Nawawi dalam Al-Majmū’ Syarah Muhadzdzab 9/22 juga menegaskan haramnya kelelawar menurut mazhab Syafi’i.

 

Dalil keharamannya adalah hadis Nabi SAW sebagai berikut :

 

نَهىَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ قَتْلِ الْخَطاَطِيْفِ

 

"Bahwa Nabi SAW telah melarang membunuh kelelawar.” (nahaa rasulullah shallallahu ‘alaoihi wa sallama ‘an qatli al- khathāthīf). (HR. Abu Dawud, dalam kitabnya al-Marāsīl dari jalur ‘Ubad bin Ishaq dari ayahnya). (Lihat Imam asy-Syaukani, Nailul Authar, hlm. 1686, Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000).

 

Menurut Imam Syihabuddin asy-Syafi’i dalam At-Tibyān li Mā Yuhallal wa Yuharram min al-Hayawān hlm. 85, bahwa dalam bahasa Arab, kelelawar (al-khuffāsy) mempunyai empat nama, yaitu : khuffāsy, khusyāf, khuthāf, dan wathwāth. Dengan demikian, hadis Nabi SAW di atas berarti telah melarang kita membunuh kelelawar (Arab : khathāthīf, bentuk jama’ (plural) dari khuthāf). Imam Syihabuddin menjelaskan hadis tersebut dengan berkata :

 

ماَ نُهِيَ عَنْ قَتْلِهِ لاَ يُؤْكَلُ

 

”Apa yang dilarang untuk dibunuh, berarti tidak boleh dimakan.” (wa maa nuhiya ‘an qatlihi laa yu`kalu) (Imam Syihabuddin Al-Syafi’i, at-Tibyan li Maa Yuhallal wa Yuharram min al-Hayawan, hlm. 87).

 

Kesimpulannya, kelelawar adalah haram dan tidak boleh dimakan, baik itu digoreng, disate, dibacem maupun dimasak dengan cara-cara lainnya. Wallāhu a‘lam. []

 

Yogyakarta, 3 Maret 2006

 

Muhammad Shiddiq al-Jawi


Artikel Lainnya





Bagi para pembaca yang ingin menanyakan masalah Agama kepada KH. M. Shiddiq Al Jawi, silakan isi form pertanyaan di bawah ini. KH. M. Shiddiq Al Jawi insya Allah akan berusaha menjawab pertanyaan dari para pembaca melalui email.