Diasuh Oleh: Ust M Shiddiq Al Jawi Tanya : Ustadz, apa hukumnya dompet dari kulit burung unta? (Egan, Surabaya) Jawab : Dompet dari kulit burung unta hukumnya boleh (mubah). Karena dompet tersebut terbuat dari kulit binatang yang boleh dimakan, yang dalam kasus ini adalah burung unta. Setiap kulit dari binatang yang halal dimakan, hukumnya boleh dimanfaatkan. Dalil bolehnya memanfaatkan kulit binatang yang boleh dimakan, adalah hadits Ibnu Abbas RA tentang bangkai kambing milik Maimunah RA. Diriwayatkan Rasulullah SAW bertanya kepada para shahabat,”Mengapa kalian tidak mengambil kulitnya?” Mereka menjawab,”Bangkai kambing itu adalah najis.” Maka bersabda Rasulullah SAW,”Kulit apa pun yang sudah disamak, maka ia menjadi suci. Karena sesungguhnya menyamaknya sama dengan menyembelihnya.” (ayyumaa iihaabin dubigha faqad thahura, fa-inna dabghahu dzakaatuhu). (HR Ahmad no 1895 & 2003, Daruquthni no 127, Ath Thayalisi, 1/217, hadits shahih). Dalam hadits tersebut terdapat ‘illat (alasan penetapan hukum) bolehnya memanfaatkan kulit bangkai, yaitu adanya penyamakan kulit terhadap binatang yang halal dimakan. Dengan demikian, setiap binatang yang halal dimakan, jika dia mati dan menjadi bangkai yang najis, kulitnya menjadi suci jika telah dilakukan penyamakan sehingga boleh dimanfaatkan. (‘Atha` Abu Ar Rasytah, Taisiir Wushuul Ila Al Ushuul, hlm. 163; Al Mausuu’ah Al Fiqhiyyah, XV/251). Burung unta (Struhio camelus) adalah binatang yang halal dimakan. Burung unta dalam bahasa Arab disebut dengan istilah an na’aamah (tunggal) atau an na’aam (jamak). Ulama sepakat burung unta hukumnya boleh (mubah) dimakan. (Al Hayawaanaat Maa Yajuuzu Akluhu wa Maa Laa Yajuuzu, Sulaiman bin Shalih Al Khurasyi, Riyadh : Darul Qasim, 1420, hlm. 74). Imam Ibnu Qudamah berkata,”Burung unta hukumnya boleh dimakan. Karena para shahabat Nabi SAW telah memutuskan bahwa jika orang yang berihram berburu burung unta, maka tebusannya adalah menyembelih badanah (unta/sapi). Ini semua disepakati dan kami tidak tahu adanya perbedaan pendapat dalam masalah ini). (Arab : wa yubaahu an na’aamu wa qad qadha shahaabat radhiyallahu ‘anhum fi an na’aamah bi badanah, wa haadza kulluhu mujma’ ‘alaihi la na’lamu fiihi khilaafan). (Ibnu Qudamah, Al Mughni, IX/324). Imam Syafi’i berkata,”Jika orang yang berihram berburu burung unta, maka dia harus menebusnya dengan menyembelih badanah (unta/sapi).” (Arab : fa-idza ashaaba al muhrimu an na’aamah fa-fiihaa badanah). (Imam Syafi’i, Al Umm, II/210). Imam Nawawi berkata,”Telah sepakat sahabat-sahabat kami (ulama mazhab Syafi’i) bahwasanya halal hukumnya memakan burung unta...” (Arab : ittifaqa ash-haabunaa ‘alaa annahu yahillu aklu an na’aamah...). (Imam Nawawi, Al Majmuu’ Syarah Al Muhadzdzab, IX/21). Dalil halalnya burung unta adalah karena dia termasuk binatang yang baik-baik (thayyibaat) yang telah dihalalkan berdasarkan firman Allah SWT (yang artinya),”Katakanlah,’Dihalalkan bagimu yang baik-baik.” (QS Al Maaidah [5] : 4). (Lihat juga Al A’raaf [7] : 157). Selain itu, burung unta hukumnya halal karena tidak terdapat nash Al Qur`an dan As Sunnah yang mengharamkannya, maka hukumnya boleh sebagai hukum asal untuk binatang. Kaidah fiqih menyebutkan : al ashlu fi al asy-yaa` al ibaahah hatta yadulla daliilun ‘ala al tahriim. (hukum asal segala sesuatu [benda/materi] adalah boleh hingga terdapat dalil yang mengharamkan). (Jalaluddin As Suyuthi, Al Asybah wa An Nazha`ir, hlm. 60; Ahmad bin Abdullah bin Muhammad Al Dhuwaihi, Qaa’idah Al Ashlu fi Al Asy-yaa` Al Ibaahah, Riyadh : Maktabah Al Malik Fahd Al Wathaniyah, 1428, hlm. 18). Kesimpulannya, dompet dari kulit burung unta hukumnya boleh (mubah), karena terbuat dari kulit burung unta yang halal dimakan. Wallahu a‘lam.
Bagi para pembaca yang ingin menanyakan masalah Agama kepada KH. M. Shiddiq Al Jawi, silakan isi form pertanyaan di bawah ini. KH. M. Shiddiq Al Jawi insya Allah akan berusaha menjawab pertanyaan dari para pembaca melalui email.