HUKUM MMM


 

Diasuh Oleh: Ust M Shiddiq Al Jawi

 

Tanya :

Ustadz, sekarang sedang marak MMM. Apa hukumnya MMM? (Ruslan GD, Jakarta).

 

Jawab :

MMM singkatan Mavrodi Mondial Moneybox atau Manusia Membantu Manusia. Mavrodi berasal dari nama penggagasnya, Sergei Mavrodi, seorang residivis dari Rusia yang pernah dipenjara lantaran membuat sistem MMM di Rusia. MMM diklaim bukan aktivitas bisnis/investasi tapi komunitas sosial (social networking) semacam arisan yang para anggotanya saling memberikan bantuan secara sukarela kepada anggota yang lain. Anggota MMM diharuskan melakukan dua hal pokok, yaitu membantu (provide help) dan meminta bantuan (get help). (www.mmmindonesialegal.com)

            Mekanismenya : setiap orang yang akan menjadi anggota MMM diminta mendaftar dengan cara membuat akun di website MMM, dengan memilih paket dana sesuai keinginan, yakni minimal Rp 1 juta dan maksimal Rp 10 juta. Setelah mendaftar dalam waktu tiga-lima hari, anggota diminta membantu (provide help) anggota yang lain, yakni mentransfer uang sesuai pilihan paket. Transfer uang diklaim tidak melalui rekening admin (pengelola) tapi langsung antar rekening anggota. Anggota diwajibkan membantu (provide help) selama satu bulan, dan setelahnya dijanjikan mendapat reward (dengan melakukan get help) dari anggota lainnya sebesar 30% dari nilai total bantuannya. Misal, seorang anggota yang memilih paket bantuan Rp 10 juta, akan mendapat reward sebesar Rp 3 juta per bulan tanpa perlu usaha apapun. (www.tempo.co, www.tribunnews.com).

            Hukum MMM adalah haram secara syar’i, berdasarkan dua alasan utama;

Pertama, penggunaan istilah “bantuan” atau “komunitas sosial” adalah suatu penipuan atau kebohongan, karena tidak sesuai dengan faktanya. Karena yang disebut “bantuan” adalah memberi harta (uang, dll) kepada pihak lain tanpa meminta kompensasi/reward. Misalnya, memberi bantuan uang kepada korban bencana alam, atau membantu saudara-saudara kita yang menjadi korban kekejaman Yahudi di Gaza, dan sebagainya. Dalam pemberian bantuan ini, jelas pihak pemberi tidak mendapat reward atau kompensasi finansial apapun. Itulah makna “bantuan” yang sesungguhnya, yang dalam terminologi hukum Islam diistilahkan dengan “shadaqah” atau “hibah”.

Maka dari itu, klaim MMM sebagai komunitas sosial atau berprinsip saling “membantu” adalah kebohongan yang nyata. Sebab MMM jelas kegiatan bisnis atau investasi yang berorientasi keuntungan, bukan kegiatan sosial, karena anggotanya dijanjikan mendapat kompensasi berupa reward sebesar 30%.

            Islam dengan tegas telah mengharamkan segala bentuk penipuan atau kebohongan. Dari Abu Hurairah RA :

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم مرعلى صبرة طعام. فأدخل يده فيها. فنالت أصابعه بللا. فقال ما هذا يا صاحب الطعام؟ قال أصابته السماء يا رسول الله قال أفلا جعلته فوق الطعام كي يراه الناس من غش فليس مني

 

“Bahwa Rasulullah SAW melewati seonggok makanan. Lalu Rasulullah SAW memasukkan tangannya ke dalam onggokan makanan itu hingga jari beliau menyentuh makanan yang basah. Rasulullah SAW bertanya,”Apa ini wahai penjual makanan?” Penjual makanan menjawab,”Itu kena hujan wahai Rasulullah SAW.” Rasulullah SAW berkata,”Mengapa tak kamu letakkan yang basah itu di atas supaya dapat dilihat orang-orang? Barangsiapa yang menipu maka ia bukan golongan kami.” (HR Muslim, no 164)

Kedua, apa yang disebut reward sebesar 30% sesungguhnya adalah riba yang sudah jelas keharamannya dalam Islam dan merupakan dosa besar (al kabaa`ir). Na’uzhu billahi min dzalik. Karena uang yang ditransfer oleh anggota MMM kepada anggota lain hakikatnya bukanlah “bantuan”, melainkan dihukumi sebagai “pinjaman” (qardh) kepada anggota lainnya, yang suatu saat akan dikembalikan ditambah dengan ribanya sebesar 30%.

Islam telah mengharamkan pemberian pinjaman yang menghasilkan adanya tambahan atau manfaat. Dalilnya hadis dari Anas RA, dia pernah ditanya,”Bahwa seorang lelaki dari kami memberi pinjaman (qardh) kepada saudaranya, lalu saudaranya memberi hadiah kepadanya. Maka Anas RA berkata, ‘Nabi SAW pernah bersabda :

 

إذا أَقْرَضَ أَحَدُكُمْ قَرضاَ فَأهْدَى لَهُ، أَوْ حَمَلَهُ عَلَى الدَّابَّةِ، فَلاَ يَرْكَبْهَا وَلاَ يَقْبَلْهُ. إِلاَّ أَنْ يَكُونَ جَرَى بَيْنَهُ وَ بَيْنَهُ قَبْلَ ذلِكَ

 

“Jika salah seorang kamu memberikan pinjaman lalu dia diberi hadiah, atau dinaikkan di atas kendaraan, janganlah dia menaiki kendaraan itu dan jangan pula menerima hadiah itu, kecuali itu sudah pernah terjadi sebelumnya antara dia [pemberi pinjaman] dan dia [peminjam].” (HR Ibnu Majah, no 2432). Wallahu a’lam.  


Artikel Lainnya





Bagi para pembaca yang ingin menanyakan masalah Agama kepada KH. M. Shiddiq Al Jawi, silakan isi form pertanyaan di bawah ini. KH. M. Shiddiq Al Jawi insya Allah akan berusaha menjawab pertanyaan dari para pembaca melalui email.