Diasuh Oleh: Ust M Shiddiq Al Jawi Tanya : Ustadz, ada yang bilang bahwa menggambar atau membuat patung makhluk bernyawa hukumnya boleh asal tidak untuk disembah, apakah itu benar? Katanya patung dibolehkan karena Nabi Sulaiman AS pernah membuat patung? (Abdurahman, Bantul). Jawab : Memang ada ulama yang berpendapat bahwa larangan menggambar makhluk bernyawa (dzawat al arwaah) seperti manusia atau hewan didasarkan pada suatu illat (alasan penetapan hukum), yaitu karena menggambar makhluk bernyawa dapat mengakibatkan penyembahan gambar/patung. Sebaliknya, jika tidak mengakibatkan penyembahan, maka menggambar makhluk bernyawa dibolehkan. Ulama tersebut misalnya Imam Ibnul ‘Arabi yang menyatakan : والذي أوجب النهي عن التصوير في شرعنا والله أعلم ما كانت عليه العرب من عبادة الأوثان والأصنام فكانوا يصورون ويعبدون فقطع الله الذريعة وحمى الباب “Faktor yang mewajibkan adanya larangan menggambar dalam syariah kita –wallahu a’lam— adalah sejarah orang Arab sebelumnya yang suka menyembah berhala dan patung. Mereka itu dulunya menggambar lalu menyembah gambar itu. Maka Allah memutus jalan [kepada penyembahan itu] dan menutup pintunya [dengan mengharamkan menggambar]”. (Ibnul Arabi, Ahkamul Qur`an, 4/1588). (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 12/106; M. Ahmad Ali Washil, Ahkam At Tashwir fi Al Fiqh Al Islami, hlm. 152). Menurut pendapat tersebut, illat haramnya menggambar makhluk bernyawa, yaitu dapat mengakibatkan penyembahan gambar/patung, didasarkan pada sejumlah dalil. Misalnya hadits dari ‘A`isyah RA ketika Ummu Habibah RA dan Ummu Salamah RA menceritakan kepada Nabi SAW tentang gambar-gambar dalam gereja Habasyah yang pernah mereka lihat. Nabi SAW pun bersabda : إن أولئك، إذا كان فيهم الرجل الصالح فمات، بنوا على قبره مسجدا، وصوروا فيه تلك الصور، فأولئك شرار الخلق عند الله يوم القيامة ”Sesungguhnya mereka itu, jika ada orang saleh yang mati di tengah mereka, mereka lalu membangun sebuah masjid di atas kuburnya dan menggambar gambar-gambar [orang saleh] itu. Maka mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk di sisi Allah pada Hari Kiamat.” (HR Bukhari, no 417). (M. Ahmad Ali Washil, Ahkam At Tashwir fi Al Fiqh Al Islami, hlm. 153). Inilah pendapat ulama yang mengatakan menggambar atau membuat patung makhluk bernyawa hukumnya boleh asalkan tidak untuk disembah. Pendapat semacam ini dalilnya lemah dan telah dikritik oleh Imam Taqiyuddin An Nabhani dalam kitabnya Al Syakhshiyyah Al Islamiyyah (2/351), karena menurut Imam Taqiyuddin An Nabhani : والأحاديثُ التي جاءت بتحريم التصوير غير معلَّلة، ولَم يَرِدْ تعليلُ التصوير بأيِّ علَّة، ولذلك لا تُلتمس له علَّة ”Hadits-hadits yang datang untuk menjelaskan keharaman menggambar tidaklah mengandung illat (alasan penetapan hukum), dan tidak terdapat alasan haramnya menggambar dengan illat apa pun. Oleh karena itu tidak perlu dicari-cari illat-nya.” (Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyyah Al Islamiyyah, 2/351). Adapun kisah yang diklaim mendasari illat haramnya menggambar, yaitu dapat menimbulkan penyembahan, sebenarnya hanya deskripsi sejarah yang menjelaskan asal-usul patung yang disembah, bukan menjelaskan illat haramnya menggambar atau membuat patung makhluk bernyawa. Buktinya, hadits-hadits Nabi SAW yang mengharamkan menggambar makhluk bernyawa datang dalam bentuk mutlak tanpa dikaitkan dengan illat penyembahan gambar/patung. Misalnya sabda Nabi SAW : (كل مصور في النار),”Setiap penggambar [makhluk bernyawa] akan masuk neraka.” (kullu mushawwirin fin naar) (HR Muslim, no 2110). Nabi SAW tidak mengatakan,”Setiap penggambar yang gambarnya disembah, akan masuk neraka.” Jadi, menggambar makhluk bernyawa hukumnya tetap haram baik untuk disembah maupun tidak disembah. Kaidah ushul fiqih dalam masalah ini menetapkan : المطلق يجري على إطلاقه ما لم يرد دليل يدل على التقييد “Al muthlaqu yajriy ‘alaa ithlaaqihi maa lam yarid daliilun yadullu ‘ala at taqyiid. (dalil yang mutlak tetap dalam kemutlakannya, selama tidak terdapat dalil yang menunjukkan batasan/taqyiid). (Wahbah Zuhaili, Ushul Al Fiqh Al Islami, Juz I hlm. 208). Adapun dalil bahwa Nabi Sulaiman AS telah membuat patung-patung, memang disebut dalam Al Qur`an : يَعْمَلُونَ لَهُ مَا يَشَاءُ مِنْ مَحَارِيبَ وَتَمَاثِيلَ ”Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung.” (QS Saba` [34] : 13). Tetapi dalil ini telah dikritik oleh para ulama, karena bolehnya patung itu adalah syariah zaman Nabi Sulaiman AS yang kini tak berlaku lagi dan sudah kadaluwarsa. Mengapa? Karena syariah Nabi Sulaiman AS itu telah di-nasakh (dihapus) oleh syariah Nabi Muhammad SAW yang mengharamkan patung dalam banyak hadits shahih. (Ali Ahmad Al Thahtawi, Hukmu At Tashwir fi Manzhur Islami, hlm. 130; Muqbil bin Hadi Al Wadi’i, Hukmu Tashwir Dzawat Al Arwah, hlm. 76). Kesimpulannya, menggambar atau membuat patung makhluk yang bernyawa seperti manusia atau hewan, hukumnya haram, baik untuk disembah maupun tidak untuk disembah. Wallahu a’lam. [M. Shiddiq Al Jawi].
Bagi para pembaca yang ingin menanyakan masalah Agama kepada KH. M. Shiddiq Al Jawi, silakan isi form pertanyaan di bawah ini. KH. M. Shiddiq Al Jawi insya Allah akan berusaha menjawab pertanyaan dari para pembaca melalui email.