HUKUM GANTUNGAN KUNCI DARI HEWAN YANG DIAWETKAN


 

 

Diasuh Oleh: Ust M Shiddiq Al Jawi

 

Tanya :

Ustadz, bagaimana hukum gantungan kunci dari hewan yang diawetkan, seperti kupu-kupu? (Doni Riwayanto, Jogja)

 

Jawab :

            Perlu diketahui lebih dulu hukum mengawetkan hewan secara umum. Hewan-hewan yang diawetkan ada dua macam;

Pertama, hewan yang haram dimakan, seperti babi, harimau, burung elang, dsb. Hewan-hewan ini jika mati akan menjadi bangkai (al maitah). Padahal syariah telah mengharamkan memanfaatkan najis, termasuk bangkai. Menjualbelikan bangkai juga haram berdasarkan hadits Nabi SAW yang melarang jual beli minuman keras (khamr), bangkai (al maitah), babi (khinzir), dan berhala/patung (al ashnam). (HR Bukhari dan Muslim).

Maka, hukumnya haram mengawetkan hewan-hewan yang haram dimakan tersebut, karena termasuk perbuatan memanfaatkan najis yang telah diharamkan syariah. Haram pula menjualbelikan hewan yang haram dimakan yang telah diawetkan, karena syariah telah mengharamkan jual beli bangkai.

 

Kedua, hewan-hewan yang halal dimakan, seperti sapi, kambing, belalang, ikan, hewan-hewan laut, dsb. Hewan-hewan ini dibagi lagi menjadi dua macam dilihat dari segi ada tidaknya penyembelihan syar’i padanya:

(1) hewan yang disembelih secara syar’i. Hewan kategori ini boleh diawetkan dan boleh pula hewan awetannya dijualbelikan, karena hewan tersebut mati dalam keadaan suci (bukan bangkai yang statusnya najis). Maka, boleh misalnya mengawetkan kambing dan  ayam dengan syarat sudah disembelih dulu secara syar’i.

(2) hewan yang mati tanpa disembelih secara syar’i. Hewan kategori ini statusnya menjadi bangkai yang najis dan haram dimakan, karena kematian adalah sebab terjadinya kenajisan (al maut ‘illat at tanjiis). (Lihat Abdul Majid Mahmud Shalahain, Ahkamun Najaasaat fi Al Fiqh Al Islami, Madinah : Darul Majma’, 1991, Juz I hlm. 145). 

Maka, hewan kategori ini tidak boleh diawetkan dan tidak boleh pula hewan awetannya dijual belikan. Alasannya syariah telah mengharamkan memanfaatkan dan menjualbelikan najis.  Berdasarkan ini, tidak boleh misalnya mengawetkan kambing, ayam, unta, dan hewan-hewan lain yang halal dimakan jika tidak disembelih dulu secara syar’i. Namun ada perkecualian untuk bangkai-bangkai tertentu yang telah dihalalkan syariah, yaitu bangkai ikan, bangkai belalang, dan bangkai hewan-hewan laut. Hewan-hewan ini boleh diawetkan tanpa ada keraguan.

 

            Demikianlah hukum mengawetkan hewan secara umum. Lalu, bolehkah mengawetkan kupu-kupu? Jawabannya tergantung apakah kupu-kupu itu halal dimakan atau tidak. Menurut kami, wallahu a’lam, kupu-kupu (Arab : al faraasy) hukumnya haram dimakan. (Imam Syihabuddin Al-Syafi’i, At Tibyaan Limaa Yuhallal wa Yuharram Minal Hayawan, hlm. 102).

 

Dalil keharaman kupu-kupu, sabda Nabi SAW,”Jika lalat jatuh/hinggap pada makanan salah seorang kamu, maka tenggelamkanlah dia” (“idza waqa’a al dzubaab fii tha’aami ahadikum falyaghmis-hu”). (HR Bukhari).

 

Hadits ini memerintahkan menenggelamkan lalat (al dzubaab) jika jatuh/hinggap di makanan, padahal penenggelaman itu dapat mengakibatkan terbunuhnya lalat. Ini menunjukkan haramnya lalat, karena perintah syara’ untuk membunuh hewan menunjukkan hewan itu haram dimakan. Padahal dalam bahasa Arab, pengertian lalat (al dzubaab) mempunyai makna yang luas, termasuk juga “kupu-kupu” (al faraasy).  Maka, kupu-kupu hukumnya haram. (Imam Syihabuddin Al Syafi’i, At Tibyaan Limaa Yuhallal wa Yuharram Minal Hayawan, Beirut : Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah, hlm. 102).

 

Berdasarkan haramnya kupu-kupu, jelaslah mengawetkan kupu-kupu hukumnya haram. Haram pula menjual belikan kupu-kupu yang telah diawetkan, seperti dalam bentuk gantungan kunci yang ditanyakan di atas. Wallahu a’lam.


Artikel Lainnya





Bagi para pembaca yang ingin menanyakan masalah Agama kepada KH. M. Shiddiq Al Jawi, silakan isi form pertanyaan di bawah ini. KH. M. Shiddiq Al Jawi insya Allah akan berusaha menjawab pertanyaan dari para pembaca melalui email.