DOSEN MEMBERIKAN UANG KEPADA KOPERTAIS YANG SUDAH MENGURUS SERTIFIKAT DOSENNYA, BOLEHKAH?


 

Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi

 

Tanya :

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته.

Afwan Kiyai, ana mau bertanya, perihal hukum uang yang diambil oleh lembaga. Lembaga yang dimaksud adalah Kopertais (Koordinatorat Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta) di bawah Kementerian Agama (Kemenag). Ini karena sejak awal mereka minta komitmen dana sertifikasi dosen (serdos) saat cair pertama diambil oleh mereka sebagai jasa membantu proses. Kasusnya saya ditelpon bahwa serdos akan diproses tapi saat cair nanti disetorkan hanya pertama saja. Apakah ini rasuah juga? Begitu Kiyai pertanyaannya. Wa 'alaikumus salam wr wb. (Hamba Allah).

 

Jawab:

Wa 'alaikumus salam wa rahmatullahi wa barakatuhu.

 

Uang itu bukan rasuah, tetapi hadiah, meski hukum hadiah itu juga haram. Disebut rasuah ketika suatu kepentingan belum terwujud. Disebut hadiah jika kepentingan sudah terwujud. (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Syakhshiyyah Al-Islāmiyyah, Juz II, hlm. 333).

 

Dalam kasus di atas, kepentingan Anda sudah terwujud, yaitu sertifikat dosen sudah cair dananya. Maka andaikata Anda memberikan sesuatu kepada lembaga itu (Kopertais), disebut hadiah. Namun demikian hadiah yang seperti ini hukumnya juga haram karena orang yang mengurus kepentingan Anda di Kopertais itu sudah mendapat gaji untuk tugas yang mereka lakukan. Dan perlu diketahui, bahwa hadiah seperti ini merupakan kabā`ir (dosa besar). (Imam Al-Dzahabi, Al-Kabā`ir, hlm. 94).

 

Sangat menyedihkan dan memalukan, Lembaga Kopertais yang semestinya mengerti agama, ternyata justru melakukan penistaan agama dengan meminta uang dalam tugasnya mengurus seritifkat dosen. Padahal Kopertais sudah digaji oleh negara untuk melakukan pekerjaannya itu. Dalil keharaman hadiah yang seperti itu, sabda Nabi SAW :

 

مَنِ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلىَ عَمَلٍ فَرَزَقْنَاهُ رِزْقًا ، فَمَا أَخَذَ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ غُلُوْلٌ

 

"Barangsiapa siapa yang sudah kami beri dia pekerjaan, lalu sudah kami beri dia gaji, maka apa yang dia ambil di luar gajinya, maka itu adalah harta khianat (ghulūl)." (HR. Abu Dawud, no. 2943; Ibnu Khuzaimah, no. 2369; Al-Bazzar, no. 4427. Hadits shahih, lihat kitab Shahih Abu Dawud nomor 2943 karya Syekh Nashiruddin Al-Albani).

 

Hadits di atas telah mengharamkan hadiah yang diberikan kepada suatu pihak yang sudah digaji untuk melakukan tugasnya itu. (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Syakhshiyyah Al-Islāmiyyah, Juz II, hlm. 335).

 

Kami tambahkan dua poin sebagai berikut :

Pertama, bagaimanakah andaikata lembaga Kopertais itu itu mengatakan bahwa pemberian uang dari dosen kepada Kopertais itu sudah menjadi komitmen dari dosen-dosen itu sendiri, yang diurus sertifikatnya oleh Kopertais? Atau uang itu sudah disepakati dalam Keputusan Rapat antara dosen-dosen dengan Kopertais?

 

Kedua, bagaimanakah andaikata Kopertais itu mengatakan bahwa uang gaji yang mereka terima untuk mengurus sertifikat dosen itu kurang, lalu mereka meminta tambahan uang kepada dosen-dosen yang sertifikat dosennya diurus oleh Kopertais?

 

Jawaban untuk poin pertama, hukum hadiah seperti itu tetap haram walaupun sudah menjadi komitmen dari dosen-dosen yang sertifikat dosennya diurus oleh Kopertais. Hadiah itu juga tetap haram walaupun sudah menjadi kesepakatan dalam Keputusan Rapat antara dosen-dosen yang diurus sertifikatnya dengan pihak Kopertais.

 

Mengapa tetap haram hukumnya? Ini karena dalam Islam itu tidak boleh ada kesepakatan atau ketentuan yang menghalalkan yang haram, atau sebaliknya tidak boleh ada kesepakatan atau ketentuan yang mengharamkan yang halal. Hukum hadiah bagi orang yang sudah digaji untuk melakukan pekerjaannya, adalah haram dalam Islam. Yang haram ini tidak boleh dihalalkan oleh suatu kesepakatan atau suatu komitmen, sesuai sabda Rasulullah SAW :

 

وَالْمُسْلِمُوْنَ عَلَى شُرُوْطِهِمْ إِلَّا شَرْطًا حَرَّمَ حَلَالًا أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا

 

“Dan kaum muslimin (bermu’amalat) berdasarkan atas syarat-syarat di antara mereka, kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau yang menghalalkan yang haram.” (HR. Al-Tirmidzi, no. 1352).

 

Jawaban untuk poin kedua, yakni Kopertais mengatakan gaji mereka kurang untuk tugas mengurus sertifikat dosen, maka mereka merasa berhak meminta kekurangannya dari dosen-dosen yang serdosnya mereka urus.

 

Jawabannya, pihak Kopertais jika benar mengatakan itu atau melakukan itu, sungguh mereka telah sesat dalam berpikir dan sesat dalam bertindak. Jika Kopertais merasa gaji mereka kurang, seharusnya mereka minta tambahannya kepada negara yang menggaji mereka, bukan meminta kepada dosen yang sertifikat dosennya mereka urus. Bukankah orang-orang yang menjadi Kopertais itu digaji oleh negara, bukan digaji oleh dosen-dosen yang diurus sertifikat dosennya? Ketika mereka merasa gajinya kurang, bukankah seharusnya Kopertais meminta tambahan gaji atau insentif kepada negara, bukan meminta tambahan dari para dosen yang diurus sertifikatnya?

 

Lalu atas dasar apa orang-orang Kopertais itu meminta uang dari para dosen yang sertifikat dosennya diurus oleh mereka, padahal mereka itu sudah digaji oleh negara untuk melakukan pekerjaan itu? Maka dari itu, jika benar Kopertais meminta uang yang seperti itu, sungguh mereka telah sesat dalam berpikir dan sesat dalam bertindak. Nauzhu billahi min dzalik.

 

Kesimpulannya, uang yang diberikan oleh dosen kepada Kopertais, dengan alasan Kopertais itu telah membantu proses pencairan dana serdosnya, adalah uang haram dalam Islam dan merupakan dosa besar (kabā`ir). Sungguh uang itu tidak berkah dan tidak diridhoi oleh Allah SWT. Wallahu a’lam.

 

Bogor, 2 November 2025

 

Muhammad Shiddiq Al-Jawi


Artikel Lainnya





Bagi para pembaca yang ingin menanyakan masalah Agama kepada KH. M. Shiddiq Al Jawi, silakan isi form pertanyaan di bawah ini. KH. M. Shiddiq Al Jawi insya Allah akan berusaha menjawab pertanyaan dari para pembaca melalui email.