Diasuh Oleh: Ust M Shiddiq Al Jawi Tanya : Ustadz, apakah perhiasan emas dan perak ada zakatnya? (Rasyid Supriyadi, Jogjakarta) Jawab : Hukum zakat perhiasan emas dan perak merupakan khilafiyah masyhur, sebagian ulama mewajibkan dan sebagian lainnya tak mewajibkan. Adapun perhiasan selain emas dan perak, misalnya intan, berlian, mutiara, dan berbagai batu mulia lainnya, tidak ada zakatnya, meskipun mahal. Kecuali jika diperdagangkan, maka terkena kewajiban zakat perdagangan. (Abdurrahman Al Jaziri, Al Fiqh ‘Ala Al Madzahib Al Arba’ah, 1/541; Abdul Qadim Zallum, Al Amwal fi Daulah Al Khilafah, hlm. 167; Yusuf Qaradhawi, Fiqh Az Zakah, 1/264; Abdullah Nashih Ulwan, Ahkamuz Zakah ‘Ala Dhau` Al Madzahib Al Arba’ah, hlm. 48). Mengenai hukum zakat perhiasan emas dan perak, ada dua pendapat. Pertama, pendapat jumhur, yaitu mazhab Maliki, Hambali, dan Syafi’i, yang mengatakan tidak ada zakatnya. Kedua, pendapat mazhab Abu Hanifah, bahwa perhiasan emas dan perak wajib dizakati. (Abdurrahman Al Jaziri, Al Fiqh ‘Ala Al Madzahib Al Arba’ah, 1/546-547; Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 18/113-114, Yusuf Qaradhawi, Fiqh Az Zakah, 1/265). Dalil pendapat jumhur antara lain hadits dari Jabir RA bahwa Nabi SAW bersabda,”Tak ada pada perhiasan kewajiban zakat.” (laysa fi al huliy zakah).” (HR Thabrani dan Baihaqi, disebut Ibnu Qudamah dalam Al Mughni, 4/66). Setelah meriwayatkan hadits ini, Imam Ibnu Qudamah meriwayatkan Imam Ahmad berkata, “Lima orang shahabat Nabi SAW mengatakan perhiasan tak ada zakatnya.” (ibid). Mereka adalah Jabir bin Abdillah, Ibnu Umar, ‘Aisyah, Asma`, dan Anas. (Abdul Qadim Zallum, Al Amwal fi Daulah Al Khilafah, hlm. 169; Yusuf Qaradhawi, Fiqh Az Zakah, 1/269-270). Adapun pendapat mazhab Abu Hanifah, dalilnya antara lain hadits ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, bahwa seorang perempuan pernah menemui Nabi SAW membawa anak perempuannya yang memakai dua gelang dari emas. Nabi SAW berkata,”Apakah kamu tunaikan zakatnya?” Perempuan itu menjawab, ”Tidak.” Nabi SAW bersabda,”Sukakah kamu jika Allah memakaikan dua gelang dari api neraka di tanganmu pada Hari Kiamat?” (HR Abu Dawud). (Imam Shan’ani, Subulus Salam, 2/135). Pendapat yang rajih (kuat) adalah pendapat jumhur yang tak mewajibkan zakat perhiasan emas dan perak. Karena dalil-dalil hadits yang digunakan oleh mazhab Abu Hanifah dinilai lemah (dha’if) atau mengandung makna lain (ihtimal) sebagaimana penilaian Imam Ibnu Hazm (Al Muhalla, 6/78). Sebagai contoh, hadits ‘Amr bin Syu’aib di atas, dinilai oleh Imam Tirmidzi tidak sahih. (Sunan Tirmidzi, 1/238, no. 632). (Abdul Qadim Zallum, Al Amwal fi Daulah Al Khilafah, hlm. 168; Yusuf Qaradhawi, Fiqh Az Zakah, 1/271; Muhammad Utsman Syibbir, Zakah Huly Al Dzahab wa Al Fidhdhah wa Al Mujawharat, hlm. 67). Hanya saja, yang tak dizakati adalah jika perhiasan emas dan perak itu digunakan secara mubah (isti’mal mubah), misalnya dipakai oleh perempuan. Jika digunakan secara haram, misalnya cincin emas dipakai oleh laki-laki, hukumnya haram dan wajib dizakati. (Yusuf Qaradhawi, Fiqh Az Zakah 1/263; Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 18/113). Jika perhiasan emas dan perak tidak digunakan tapi sekedar disimpan tanpa hajat (kanzul mal), hukumnya haram (QS At Taubah : 34) dan wajib dizakati. Jika disimpan dengan hajat (iddikhar) misal akan dijadikan modal usaha, hukumnya boleh dan wajib dizakati. Jika dijadikan barang dagangan, wajib dizakati. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 18/113; Yusuf Qaradhawi, Fiqh Az Zakah, 1/284). Wallahu a’lam.
Bagi para pembaca yang ingin menanyakan masalah Agama kepada KH. M. Shiddiq Al Jawi, silakan isi form pertanyaan di bawah ini. KH. M. Shiddiq Al Jawi insya Allah akan berusaha menjawab pertanyaan dari para pembaca melalui email.