BARANGSIAPA MERUSAK HARTA ORANG LAIN, BAIK SENGAJA MAUPUN TIDAK SENGAJA, MAKA DIA BERTANGGUNG JAWAB UNTUK MENGGANTINYA Oleh : KH. M. Shiddiq Al Jawi Tanya : Jawab : Solusi syariah untuk persoalan tersebut terdapat dalam tiga poin adalah : Pertama, wajib hukumnya orang tua dari anak tersebut, yang berulah sehingga mengakibatkan tiga ekor ikan mati, mengganti ikan itu dengan ikan yang semisal (al-mitsl), atau jika tidak ada ikan yang semisal, dapat diganti dengan uang yang senilai (al-qiimah), atau disebut dengan ganti rugi. (Imam Syaukani, Nailul Authar, Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000, hlm. 1152). Kedua, boleh hukumnya orang tua dari anak tersebut, jika tidak mempunyai uang yang cukup untuk membeli ikan atau membayar ganti rugi, berhak melakukan akad perdamaian (al-shulhu / al-ishlah) untuk memohon pengurangan ganti rugi dari yang seharusnya. Ketiga, berhak pemilik ikan yang mengalami kerugian, jika ada permohonan dari orang tua si anak pelaku kerusakan untuk mengurangi nilai ganti ruginya, untuk memaafkan atau mengurangi besarnya ganti rugi, atas dasar bolehnya melepaskan hak (at-tanazul ‘an al-haqq). Adapun solusi pertama, didasarkan pada kaidah fiqih yang berbunyi : مَنْ أَتْلَفَ مَالَ غَيْرِهِ عَمْدًا أَوْ خَطَأً فَهُوَ ضامِنٌ وَغارِمٌ “Barangsiapa yang merusak harta milik orang lain, baik secara sengaja maupun tidak sengaja, maka dia bertanggung jawab dan berutang (wajib memberikan pengganti yang semisal atau senilai).” (Arab : man atlafa mala ghairihi ‘amdan aw khatha`an fahuwa dhamin wa gharim). (M. Shidqi Al-Burnu,Mausu’ah Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah, Juz ke-10, hlm. 788). Kaidah fiqih ini sebenarnya dirumuskan oleh para fuqoha dari banyak dalil syar’i, di antaranya hadits sebagai berikut : عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : أَهْدَتْ بَعْضُ أَزْواجِ النَّبيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهُ وَسَلَّمَ إِلَيْهُ طَعَامًا فِي قَصْعَةٍ ، فَضَرَبَتْ عائِشَةُ القَصْعَةُ بِيَدِهَا فَكِسْرَتُها ، وَأَلْقَتْ مَا فِيهَا ، فَقَالَ النَّبيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهُ وَسَلَّمَ : " طَعامٌ بِطَعَامٍ ، وَإِناءٌ بِإِنَاءٍ " ، وَفِي لَفْظٍ : فَقَالَتْ عائِشَةُ : يَا رَسولُ اللَّهِ ، مَا كَفّارَتُهُ ؟ فَقَالَ الرَّسولُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهُ وَسَلَّمَ : " إِناءٌ كَإِناءٍ ، وَطَعامٌ كَطَعامٍ "رواه البخاري Dari Anas bin Malik RA, dia berkata,”Sebagian istri Nabi SAW menghadiahkan kepada beliau suatu makanan dalam suatu wadah. Lalu ‘Aisyah RA memukul wadah itu dengan tangannya hingga membuat wadah itu pecah dan makanannya terjatuh. Maka Nabi SAW bersabda,”Makanan diganti makanan, dan wadah diganti wadah.” Dalam satu redaksi riwayat, bahwa ‘A`isyah RA berkata,”Wahai Rasulullah, apa kaffarat (tebusan) perbuatan saya itu?” Rasulullah SAW bersabda,”Wadah diganti dengan wadah, makanan diganti dengan makanan.” (HR Bukhari). Berdasarkan hadits ini jelaslah bahwa orang yang merusak harta orang lain, berkewajiban mengganti barang itu dengan barang yang semisal (al-mitsli). Jika tidak ada barang yang semisal, barulah diganti dengan uang yang senilai (al-qiimah). (Imam Syaukani, Nailul Authar, Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000, hlm. 1152). Syekh Muhammad Shidqi Al-Burnu menjelaskan, bahwa kewajiban memberikan pengganti itu hukumnya sama, baik yang merusak itu sengaja atau tidak sengaja. Jadi walaupun orang yang membuat kerusakan itu tidak sengaja, tetap wajib hukumnya atas dia untuk bertanggung jawab, dengan cara memberi barang pengganti yang semisal, atau kalau yang semisal tidak ada, memberi ganti rugi berupa uang yang senilai. Syekh Muhammad Shidqi Al-Burnu menjelaskan : والْفَرْقُ بَيْنَ المُتَعَمَّدِ المُتَعَدّيِّ والْمُخْطِئِ أَنَّ المُتَعَمَّدَ المُتَعَدّيَّ آثِمٌ وَيَسْتَحِقُّ العُقوبَةَ ، والْمُخْطِئَ غَيْرُ آثِمٍ ، وَلَا يَسْتَحِقُّ العُقوبَةَ ، وَإِنْ كَانَا مُسْتَوَيَيْنِ فِي وُجوبِ الضَّمانِ “Perbedaan antara orang yang sengaja dan yang tidak sengaja, bahwa orang yang sengaja merusak itu telah berbuat dosa dan berhak mendapat hukuman. Sedangkan orang yang tidak sengaja, dia tidak berdosa dan tidak berhak mendapat hukuman. Akan tetapi keduanya ada kesamaannya, yaitu sama-sama wajib bertanggung jawab.” (M. Shidqi Al-Burnu, Mausu’ah Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah, Juz ke-10, hlm. 788). Solusi kedua, yaitu bagi orang tua pelaku dibolehkan melakukan akad perdamaian (al-shulhu / al-ishlah) untuk memohon pengurangan ganti rugi dari yang seharusnya. Hal ini didasarkan pada bolehnya ash-shulhu (al-ishlah), selama dalam perdamaian itu tidak mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. الصُّلْحِ جائِزٌ بَيْنَ المُسْلِمِينَ إِلَّا صُلْحًا أَحَلَّ حَرَامًا أَوْ حَرَّمَ حَلَالًا “Mengadakan perdamaian itu boleh di antara kaum muslimin, kecuali perdamaian yang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.” (HR Abu Dawud, Ibnu Majah & Tirmidzi). Adapun solusi ketiga, yakni pemilik ikan yang menjadi korban kerusakan, berhak memaafkan atau mengurangi besarnya ganti rugi, atas dasar bolehnya melepaskan hak (at-tanazul ‘an al-haqq). Kebolehan melepaskan hak ini (at-tanazul ‘an al-haqq) didasarkan pada istiqra` (kajian induktif dari banyak dalil syar’i). Di antaranya adalah, syara’ memnbolehkan kreditur yang berhak menagih piutangnya untuk memutihkan piutangnya baik sebagian atau seluruhnya (QS Al Baqarah : 280). Syara’ membolehkan ahlul maqtuul (keluarga korban pembunuhan) untuk tidak menuntut diyat dari si pembunuh yang melakukan pembunuhan tidak sengaja (QS An Nisaa’ : 92). Syara’ membolehkan istri yang mempunyai hak atas seluruh maharnya, memberikan sebagian maharnya untuk dinikmati oleh suaminya. (QS An Nisaa’ : 4). Demikianlah kiranya solusi syariah untuk persoalan yang ditanyakan di atas. Wallahu a’lam. Jogjakarta, 10 Juni 2022 M. Shiddiq Al Jawi
Ada teman curhat, ikan peliharaan suaminya di akuarium mati tiga ekor. Per ekor harganya ada yang Rp 6 juta. Sisanya lebih dari itu. Ikannya mati sebab ulah anak dari tamunya. Terus dia bingung, karena orangtua sang anak hanya meminta maaf tidak mengganti apalagi ganti rugi terhadap ikan² tersebut. Mungkin ada solusi secara syariah? (Hamba Allah, Malang)
Sabda Rasulullah SAW :
Bagi para pembaca yang ingin menanyakan masalah Agama kepada KH. M. Shiddiq Al Jawi, silakan isi form pertanyaan di bawah ini. KH. M. Shiddiq Al Jawi insya Allah akan berusaha menjawab pertanyaan dari para pembaca melalui email.