HUKUM PACARAN


 

Diasuh Oleh: Ust M Shiddiq Al Jawi

 

Tanya :

Ustadz, mohon dijelaskan hukum pacaran, seperti yang marak dilakukan oleh remaja yang salah bergaul. (Hilman, Garut).

 

Jawab :

            Pacaran dapat didefinisikan sebagai hubungan khusus (eksklusif) antara laki-laki dan perempuan yang tak terikat pernikahan baik untuk sekedar bersenang-senang (just having fun) maupun untuk mencari kecocokan menuju pernikahan.

 

Dalam pacaran biasanya terdapat aktivitas-aktivitas sbb: (1) berkomunikasi, baik secara langsung maupun melalui alat komunikasi (SMS, telepon, dll), misalnya saling perkenalan, curhat, diskusi, janjian kencan, saling merayu, dsb; (2) aktivitas berdua-duaan, yaitu interaksi khusus secara menyendiri tanpa kehadiran orang ketiga, baik dalam kehidupan khusus, misalnya di kamar kos, maupun dalam kehidupan umum, misalnya di restoran, gedung bioskop, dsb. Aktivitas ini sering disebut “kencan” (dating); (3) aktivitas fisik sebagai ungkapan rasa cinta, seperti berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, dsb; (4) hubungan seksual seperti lazimnya yang dilakukan suami isteri yang sah.

 

            Setelah mengkaji manath (fakta hukum) dari definisi pacaran dan aktivitas-aktivitasnya, jelas bahwa pacaran itu haram hukumnya, baik pacaran untuk sekedar bersenang-senang maupun untuk mencari kecocokan menjelang pernikahan.

 

Dalil keharaman pacaran antara lain: pertama, adanya ayat yang mengharamkan zina dan juga segala aktivitas yang mendekati zina, seperti berpelukan dan berciuman. Firman Allah SWT (yang artinya),”Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS Al Isra` [17] : 32). Pada ayat ini Allah SWT telah melarang mendekati zina dan zinanya itu sendiri. Menurut Imam Ibnu Katsir yang dimaksud mendekati zina adalah segala aktivitas yang menjadi sebab atau pendorong terjadinya zina. (asbab wa dawa’i az zina). (Tafsir Ibnu Katsir, Juz III, hlm. 503).

 

Kedua, adanya hadits yang mengharamkan segala bentuk percumbuan seperti berciuman walaupun tidak sampai berzina. Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi (hadits no 5113), bahwa seorang laki-laki telah mencium seorang perempuan tapi tidak sampai berzina, kemudian dia menghadap Nabi SAW. Maka Nabi SAW pun mengajak laki-laki itu untuk sholat guna menghapus dosanya. Kemudian turunlah firman QS Huud ayat 114 (yang artinya),”Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (Syeikh Wahbah Zuhaili, At Tafsir Al Munir, Juz XII, hlm 179).

 

Ketiga, terdapat dalil-dalil hadits yang mengharamkan khalwat, yakni berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan di tempat sepi. Sabda Nabi SAW,”Janganlah sekali-kali seorang laki-laki bersepi-sepi dengan seorang perempuan, kecuali perempuan itu disertai mahramnya.” (HR Bukhari no 4935; Muslim no 1341).

 

Keempat, terdapat dalil-dalil hadits yang mengharamkan ikhtilath, yaitu campurbaur laki-laki dan perempuan tanpa hajat syar’i, seperti makan berdua di restoran, jalan-jalan berdua di mall, dsb. Hadits-hadits Nabi SAW menunjukkan bahwa komunitas laki-laki dan perempuan wajib terpisah (infishal) dan haram hukumnya campurbaur (ikhtilat) antara laki-laki dan perempuan kecuali ada hajat syar’i, seperti saat thawaf di sekeliling Ka’bah, atau saat berjual-beli, dsb. Dalilnya antara lain bahwa Nabi SAW telah memerintahkan para wanita untuk keluar masjid lebih dulu setelah selesai shalat di masjid, baru kemudian para laki-laki. (HR Bukhari no 828).

 

Nabi SAW juga telah memisahkan jamaah pria dan jamaah wanita di masjid ketika shalat jamaah, yaitu shaf-shaf pria berada di depan, sedangkan shaf-shaf wanita berada di belakang shaf-shaf pria. (HR Bukhari no 373). Wallahu a’lam.


Artikel Lainnya





Bagi para pembaca yang ingin menanyakan masalah Agama kepada KH. M. Shiddiq Al Jawi, silakan isi form pertanyaan di bawah ini. KH. M. Shiddiq Al Jawi insya Allah akan berusaha menjawab pertanyaan dari para pembaca melalui email.