HUKUM MENJUAL MATERIAL BANGUNAN UNTUK MEMBANGUN TEMPAT IBADAH NON MUSLIM


 

Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi

 

Tanya :

Mohon jawabannya, Kyai. Bagaimana hukumnya menjual material bangunan kepada orang kafir yang digunakan untuk membangun tempat ibadah mereka? Matur Nuwun. (Abdurrahman, Yogyakarta).

 

Jawab :

Haram hukumnya seorang muslim menjual segala bentuk peralatan atau sarana ibadah bagi penganut agama lain. Misal, muslim menjual pohon cemara untuk dijadikan pohon Natal bagi kaum Nashrani; atau muslim menjual buah-buahan, bunga, makanan, atau minuman yang akan dijadikan sesajen di pura bagi kaum Hindu; atau menjual hio atau dupa untuk untuk upacara keagamaan di klenteng bagi kaum Konghuchu; dan banyak kasus-kasus lain yang serupa, termasuk kasus yang ditanyakan, yaitu menjual material bangunan seperti semen, pasir, dan sebagainya untuk membangun tempat ibadah non muslim, seperti gereja, sinagog, pura, klenteng, dsb.

 

Dalil keharamannya ada 3 (tiga) dalil syar’i sebagai berikut ; 

 

Pertama, keumuman ayat yang melarang muslim untuk memberikan bantuan (al-i’ānah) kepada pihak lain dalam perkara-perkara dosa (al-itsm) dan permusuhan (al-’udwān), yaitu firman Allah SWT :

 

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

 

”Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan ketakwaan, tetapi janganlah kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (QS. Al-Mā’idah [5] : 2).

 

Ayat ini merupakan dalil haramnya memberi pertolongan kepada pihak lain dalam melakukan kemaksiatan, termasuk berjual beli material bangunan kepada non muslim untuk membangun tempat ibadah mereka (non muslim). (Ramādhan Hāfizh ‘Abdurrahmān, Buhūts Muqāranah fī Al-Syarīah Al-Islāmiyyah ‘An Al-Buyū’ Al-Dhārrah, Kairo : Darus Salam, 2006, hlm. 235).

 

Kedua, terdapat kaidah fiqih (al-qawā’id al-fiqhiyyah) yang berlaku umum yang mengharamkan segala sarana/perantaraan (al-wasīlah) yang terdapat dugaan kuat (ghalabat al-zhann) akan menuju atau mengantarkan kepada yang haram, yang berbunyi :

 

اَلْوَسِيْلَةُ اِلىَ الْحَراَمِ مُحَرَّمَةٌ

 

Al-wasīlah ilā al-harām muharramah. Artinya, segala sarana atau perantaraan menuju yang haram, hukumnya diharamkan. (Muhammad Shidqī Al-Burnu, Mausū’ah Al-Qawā’id Al-Fiqhiyyah, VIII/775).

 

Berdasarkan kaidah fiqih tersebut, haram hukumnya seorang muslim menjual segala sesuatu termasuk sarana atau peralatan ibadah kepada non muslim, termasuk material bangunan untuk membangun tempat ibadah mereka (non muslim).

 

Ketiga, terdapat kaidah fiqih khusus (al-dhawābith al-fiqhiyyah) yang mengharamkan setiap jual beli yang membantu terjadinya kemaksiatan, yang berbunyi :

 

كُلُّ بَيْعٍ أَعاَنَ عَلىَ مَعْصِيَةٍ مُحَرَّمَةٌ

 

Kullu bai’in a’āna ‘ala ma’shiyatin muharramatun. Artinya, setiap-tiap jual beli yang membantu terjadinya suatu kemaksiatan, hukumnya haram. (Imam Syaukani, Nailul Authār, Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000, hlm. 1035; Walīd bin Rāsyid Al-Sa’īdāni, Qawā’id Al-Buyū’ wa Farā`id Al-Furū’, hlm. 111).

 

Berdasarkan kaidah fiqih tersebut, haram hukumnya seorang muslim menjual segala sesuatu yang membantu terjadinya kemaksiatan (lawan dari ketaatan), yaitu : melakukan yang haram, atau meninggalkan yang wajib, termasuk menjual material bangunan yang diperlukan untuk membangun tempat ibadah non muslim.

 

Berdasarkan tiga dalil syar’i di atas, jelaslah bahwa haram hukumnya seorang muslim menjual segala bentuk peralatan atau sarana ibadah bagi penganut agama lain, termasuk yang ditanyakan, yaitu haram hukumnya bagi seorang muslim menjual material bangunan untuk membangun tempat ibadah non muslim, seperti gereja, pura, klenteng, sinagog, dsb.

 

Berikut ini kami tambahkan beberapa pendapat (fatwa) para ulama yang mengharamkan akad jual beli (al-bai’) atau akad ijārah (sewa/bekerja) yang membantu terjadinya kemaksiatan, khususnya membangun tempat ibadah non muslim.

 

Pertama, pendapat Ulama Hanafiyah.

 

قاَلَ الْحَنَفِيَّةُ : إِنِ اشْتَرَوْا دُوْراً فِيْ مِصْرٍ مِنْ أَمْصاَرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَأَرَادُوْا أَنْ يَتَّخِذُوْا داَراً مِنْهاَ كَنِيْسَةً أَوْ بِيْعَةً أَوْ بَيْتَ ناَرٍ فِيِ ذَلِكَ لِصَلَوَاتِهِمْ مُنِعُوْا عَنْ ذَلِكَ

 

Ulama Hanafiyah berkata,”Jika mereka (orang non muslim) membeli rumah-rumah di satu kota dari kota-kota kaum muslimin, lalu mereka berkehendak untuk menjadikan satu rumah darinya sebagai gereja, atau sinagog, atau rumah api (tempat ibadah Majusi) di tempat tersebut untuk ibadah-ibadah mereka, maka mereka harus dilarang melakukan yang demikian itu (membeli rumah untuk dijadikan tempat ibadah mereka).” (Syaikh Nizhāmuddīn Al-Balkhī, Al-Fatāwā Al-Hindiyyah, 2/252). (Al-Mausū’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, Juz Ke-38, hlm. 157).

 

Kedua, pendapat Ulama Malikiyyah.

 

وَقاَلَ الْماَلِكِيَّةُ : يُمْنَعُ أَيْ يُحْرَمُ بَيْعُ أَرْضٍ لِتُتَّخَذُ كَنِيٍسَةً وَأُجْبَرُ الْمُشْتَرِيْ مِنْ غَيْرِ فَسْخٍ لِلْبَيِعِ عَلىَ إِخْراَجِهِ مِنْ مِلْكِهِ بِبَيْعٍ أَوْ نَحْوِهِ .

 

Ulama Malikiyyah berkata,”Dilarang, yakni diharamkan, menjual tanah untuk dijadikan gereja, dan (jika terjadi) maka pembelinya dipaksa (tanpa fasakh jual beli) untuk mengeluarkan tanah itu dari hak miliknya dengan jual beli atau akad semisalnya.” (Al-Tāj wa Al-Iklīl ‘Alā Hāmisy Al-Hithāb, 5/424; Hāsyiyah Al-Dasūqī, 3/7).  (Al-Mausū’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, Juz Ke-38, hlm. 157).

 

Ketiga, pendapat Ulama Syafi’iyyah.

 

وَقاَلَ الشَّافِعِيَّةُ : قاَلَ اْلإِماَمُ الشَّافِعِيُّ فِي اْلأُمِّ  : أَكْرَهُ لِلْمُسْلِمِ أَنْ يَعْمَلَ بِنَاءً أَوْ نِجَارَةً أَوْ غَيْرَهُ فِيْ كَنَائِسِهِمْ الَّتِي لِصَلَوَاتِهِمْ.

 

Ulama Syafi’iyyah berkata,”Imam Syāfi’i dalam kitabnya Al-Umm berkata,”Saya membenci [tidak memperbolehkan] seorang muslim bekerja sebagai tukang bangunan, atau tukang kayu, atau tukang lainnya, untuk membangun gereja-gereja yang digunakan beribadah bagi mereka (orang-oran Nashrani).” (Imam Syāfi’i, Al-Umm, IV/225).

 

Keempat, pendapat ulama Hanabilah.

 

وَقاَلَ الْحَناَبِلَةُ : وَعَنْ أَبِي الْحاَرِثِ أَنَّ أَباَ عَبْدِ اللّهِ سُئِلَ عَنِ الرَّجُلِ يَبِيْعُ دَارَهُ وَقَدْ جاَءَ نَصْراَنِيٌّ فَأْرْغَبَهُ  وَزاَدَهُ فَيِ ثَمَنِ الدَّارِ... قاَلَ : وَلاَ أَرَى أَنْ يَبِيْعَ داَرَهُ مِنْ كاَفِرٍ يُكَفِّرُ فِيْهاَ باِللّهِ تَعاَلىَ .

 

Ulama Hanabilah berkata,”Dari Abul Harits, bahwa Abu Abdillah (Imam Ahmad) pernah ditanya mengenai seorang laki-laki yang akan menjual rumahnya, lalu datanglah seorang Kristen yang ingin membeli rumah itu dan berani menambah harganya…Abu Abdillah (Imam Ahmad) berkata,”Saya berpendapat tidak boleh dia menjual rumahnya kepada seorang kafir yang akan menggunakan rumah itu untuk berbuat kafir kepada Allah Ta’ala.” (Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Ahkām Ahli Al-Dzimmah, 2/284, 287). (Al-Mausū’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, Juz Ke-38, hlm. 157).

 

Kesimpulan

Haram hukumnya seorang muslim menjual segala bentuk peralatan atau sarana ibadah bagi penganut agama lain, termasuk kasus yang ditanyakan, yaitu haram hukumnya bagi seorang muslim menjual material bangunan seperti semen, pasir, dan sebagainya untuk membangun tempat-tempat ibadah non muslim, seperti gereja, pura, klenteng, sinagog, dsb.

 

Banjarbaru, 27 September 2024

 

Muhammad Shiddiq Al-Jawi


Artikel Lainnya





Bagi para pembaca yang ingin menanyakan masalah Agama kepada KH. M. Shiddiq Al Jawi, silakan isi form pertanyaan di bawah ini. KH. M. Shiddiq Al Jawi insya Allah akan berusaha menjawab pertanyaan dari para pembaca melalui email.