HUKUM SEPUTAR CINCIN DAN AKIK


 

Diasuh Oleh: Ust M Shiddiq Al Jawi

 

Tanya :

Ustadz, mohon jelaskan hukum syariah seputar cincin? Benarkah ada hadits yang menerangkan keutamaan cincin akik? Bolehkah mempercayai bahwa cincin mempunyai khasiat tertentu? (Hamba Allah, Makassar).

 

Jawab :

            Di antara hukum syariah tentang cincin adalah sebagai berikut :

(1) ulama sepakat boleh hukumnya perempuan memakai cincin emas, sedang bagi laki-laki hukumnya haram. (Imam Nawawi, Syarah Shahih Muslim, 14/65). Dalil keharamannya bagi laki-laki adalah sabda Nabi SAW :

 

إِنَّ هَذَيْنِ حَرَامٌ عَلَى ذُكُورِأُمَّتِى

Sesungguhnya dua benda ini [kain sutera dan emas] haram atas kaum lelaki dari umatku.” (HR Tirmidzi no 5144, hadits shahih).

 

            (2) ulama sepakat boleh hukumnya perempuan memakai cincin perak. Sedang bagi laki-laki, ada khilafiyah di kalangan ulama. Ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah mensunnahkan, dengan dalil Nabi SAW telah memakai cincin perak. Adapun ulama mazhab Hanabilah dan Malikiyah sekedar membolehkan, tak mensunnahkan. Pendapat yang rajih (kuat), yang membolehkan. Karena dalam perbuatan Nabi SAW itu tak terkandung maksud taqarrub/ibadah (qashdul qurbah), sehingga hukumnya mubah, bukan sunnah. (Ibnu Taimiyyah, Majmu’ul Fatawa, 1/280).

 

            (3) boleh hukumnya laki-laki dan perempuan memakai cincin dari besi, tembaga (nuhas), dan timah (rashash), tanpa disertai kemakruhan. (Asna Al Mathalib, 1/278).

(4) boleh hukumnya laki-laki memakai cincin dengan batu mata (al fash) berupa batu mulia, seperti batu ruby (yaqut), zamrud (emerald), fairuz (turquoise), dsb. Imam Ibnu Hazm berkata :

 

وَالتَّحَلِّي بِالْفِضَّةِ , وَاللُّؤْلُؤِ , وَالْيَاقُوتِ , وَالزُّمُرُّدِ حَلَالٌ فِي كُلِّ شَيْءٍ لِلرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ

”Berhias dengan perak, mutiara (lu’lu’), yaqut, dan zamrud, halal dalam segala keadaan bagi kaum laki-laki dan perempuan.” (Ibnu Hazm, Al Muhalla, 10/86).

 

(5) boleh memakai cincin di tangan kanan atau kiri, tapi yang afdhol menurut Imam Ahmad, Syafi’i, dan Al Baihaqi adalah di tangan kiri. Hal itu karena Nabi SAW memakai cincin di tangan kiri. Sedang hadits bahwa Nabi SAW memakai cincin di tangan kanan, menurut Imam Al Baihaqi, sudah dinasakh karena waktu itu cincin yang dipakai adalah cincin emas ketika belum turun larangan memakainya. (Al Baihaqi, Al Jami’ fi Al Khatam, hlm. 29-30).  

 

(6) makruh hukumnya memakai cincin di jari tengah (al wustha) dan jari telunjuk (as sababah), karena ada larangan dari Nabi SAW. (Imam Nawawi, Syarah Shahih Muslim 14/71). Yang afdhol, memakai cincin di jari kelingking (al khinshar). Memakai di ibu jari (ibham) dan jari manis (al binshir), boleh. (Ibnu Rajab Al Hanbali, Ahkam Al Khawatim, hlm. 94).

 

            Mengenai hadits yang menjelaskan keutamaan cincin akik, memang ada. Di antaranya hadits dari ‘A`isyah RA, bahwa Nabi SAW bersabda :

 

تختموا بالعقيق فإنه مبارك

Hendaklah kamu memakai cincin akik, karena sesungguhnya dia diberkahi.” (takhattamuu bil ‘aqiiq fa-innahu mubaarak).” (HR Al Hakim & Al Baihaqi). Juga hadits dari Anas RA, bahwa Nabi SAW bersabda  :

 

تختموا بالعقيق فإنه ينفي الفقر

Hendaklah kamu memakai cincin akik, karena sesungguhnya dia dapat menghilangkan kemiskinan.” (takhattamuu bil ‘aqiiq fa-innahu yanfiy al faqra). (HR Ibnu Rajab Al Hanbali, dalam Ahkam Al Khawatim). 

 

Tapi hadits-hadits tersebut ternyata statusnya dha’if (lemah).  Demikian kesimpulan Imam Suyuthi dalam Al Jami’us Shaghir (1/129), Imam Ibnu Rajab dalam Ahkamul Khawatim, hlm. 50, dan Imam Ibrahim An Naji dalam At Ta’liq Al Rasyiiq fi At Takhattum bil ‘Aqiq, hlm. 10. Jadi tak ada hadits yang secara khusus menerangkan keutamaan atau pahala atau kesunnahan memakai cincin akik.

 

Namun kelemahan hadits itu tak berarti haram hukumnya memakai cincin akik. Alasannya karena hukum cincin akik tetap mubah, sebab tak ada dalil yang mengharamkannya, sesuai kaidah fiqih yang berbunyi :

 

الأصل في الأشياء الإباحة ما لم يرد دليل التحريم

Al ashlu fil asy`yaa` al ibahah maa lam yarid dalil at tahrim (hukum asal benda adalah boleh selama tak ada dalil yang mengharamkan). (Nashir M. Al Ghamidi, Libas Ar Rajul Ahkamuhu wa Dhawabithuhu, 1/435).

 

            Mempercayai bahwa cincin memiliki khasiat tertentu, misalnya memudahkan rizki, untuk kewibawaan dsb, tidak boleh, karena tidak ada dalil hadits shahih yang menjelaskannya. Kitab Al Mustathraf yang membicarakannya, tak dapat dijadikan rujukan terpercaya. (Fatwa Al Lajnah Al Da`imah lil Buhuts Al Ilmiyah wal Ifta`, no. 21469). Wallahu a’lam.


Artikel Lainnya





Bagi para pembaca yang ingin menanyakan masalah Agama kepada KH. M. Shiddiq Al Jawi, silakan isi form pertanyaan di bawah ini. KH. M. Shiddiq Al Jawi insya Allah akan berusaha menjawab pertanyaan dari para pembaca melalui email.