BISAKAH PIAGAM PBB MENJADI SUMBER HUKUM ISLAM?


 

Oleh: KH. M. Shiddiq Al Jawi

 

 

Pendahuluan

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf menyampaikan bahwa Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bisa menjadi sumber hukum bagi umat Islam. Hal tersebut dia sampaikan dalam pidatonya pada Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I di Hotel Shangri-La Surabaya, Jawa Timur, pada hari Senin (6/2/2023).

 

Meskipun demikian, kata KH Yahya Cholil Staquf, Piagam PBB dan organisasi PBB bukanlah sesuatu yang sempurna dan tak mengandung masalah sama sekali. Pada kenyataannya, realisasi isi Piagam PBB juga menyisakan kekurangan.  (https://www.nu.or.id/nasional/ketua-umum-pbnu-piagam-pbb-bisa-jadi-sumber-hukum-bagi-muslim-9k2Bn).

 

Sehari kemudian, pernyataan senada disampaikan oleh  KH Mustofa Bisri atau Gus Mus bersama dengan Putri Gus Dur, Yenny Wahid, saat membacakan hasil  Rekomendasi Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I, pada hari Selasa (7/2/2023) di Sidoarjo. Disampaikan, bahwa Piagam PBB dan PBB itu sendiri bisa menjadi dasar yang paling kokoh dan yang tersedia untuk mengembangkan fiqih baru guna menegakkan masa depan peradaban manusia yang damai dan harmonis. (https://www.kompas.tv/article/375850/dibacakan-gus-mus-dan-yenny-wahid-nu-tegas-menolak-khilafah-dan-dukung-pbb-untuk-perdamaian-dunia).

 

Di sinilah muncul pertanyaan kritis, apakah benar Piagam PBB bisa menjadi sumber hukum Islam, baik untuk membangun apa yang disebut membangun Fiqih Peradaban, maupun  untuk menolak wajibnya Khilafah? Makalah ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan ini.

 

Piagam PBB Tertolak Menjadi Sumber Hukum Islam

Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tertolak sebagai sumber hukum Islam, berdasarkan 4 (empat) alasan sbb, yaitu : (1) alasan normatif; (2) alasan historis; (3) alasan empiris; dan (4) alasan politis. Berikut ini akan diuraikan masing-masing dari empat alasan tersebut.

 

Pertama, Tertolak Secara Normatif

Piagam PBB tertolak secara normatif, yaitu tertolak berdasarkan ilmu Ushul Fiqih. Imam Syafi’i, radhiyallāhu ‘anhu, berkata :

 

وَلَا يَلْزَمُ قَوْلٌ بِكُلِّ حَالٍ إِلَّا بِكِتابِ اللَّهِ ، أَوْ سُنَّةِ رَسولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَمَا سِوَاهُمَا تَبَعٌ لَهُمَا

 

”Sesungguhnya suatu pendapat tidaklah menjadi keharusan (berlaku mengikat) dalam setiap-tiap keadaan, kecuali berdasarkan Kitabullah atau Sunnah Rasul-Nya SAW, dan sesungguhnya apa saja selain keduanya [haruslah] mengikuti keduanya (Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya).” (Imam Syafi’i, Jimā’ al-’Ilmi, hlm. 11; Al-Umm, Juz VII, hlm. 285).

 

Imam Syafi’i, radhiyallāhu ‘anhu, menjelaskan pula, dari Al-Qur`an dan As-Sunnah itulah, para ulama kemudian mengistinbath sumber-sumber hukum Islam lainnya, yaitu Ijma’, dan Qiyas :

 

وَلَيْسَ لِأَحَدٍ أَبَدًا أَنْ يَقُولَ فِي شَيْءٍ : حِلٌّ وَلَا حَرُمٌ إِلَّا مِنْ جِهَةِ العِلْمِ ، وَجِهَةُ العِلْمِ : الخَبَرُ فِي الْكِتابِ أَوْ السُّنَّةِ ، أَوْ الإِجْماعِ ، أَوْ اَلْقِيَاسِ

 

“Tidaklah pantas sama sekali seseorang berkata mengenai sesuatu, bahwa sesuatu itu halal atau haram, kecuali berdasarkan ilmu. Dan dasar ilmu yang dimaksud, adalah berita [dalil] dari al-Kitab, atau dari As-Sunnah, atau dari Ijma’, atau dari Qiyas.” (Imam Syafi’i, Al-Risālah, pentahqiq Muhammad Syakir, hlm. 39).

 

Berdasarkan penjelasan tersebut, jelaslah sumber hukum Islam itu wajib bersumber dari Al-Qur`an dan As-Sunnah, sesuai dalil-dalil yang memerintahkan umat Islam untuk mentaati Allah dan Rasul-Nya. (Lihat QS An-Nisā` : 59, QS An-Nisā` : 69, dsb).

 

Firman Allah SWT :

 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا ࣖ

 

“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS An-Nisā` : 59).

 

Firman Allah SWT :

 

وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ فَاُولٰۤىِٕكَ مَعَ الَّذِيْنَ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ مِّنَ النَّبِيّنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاۤءِ وَالصّٰلِحِيْنَ ۚ وَحَسُنَ اُولٰۤىِٕكَ رَفِيْقًا

 

“Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS An-Nisa` : 69).

 

Maka dari itu, Piagam PBB tak dapat menjadi sumber hukum Islam, karena Piagam PBB tidak bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, atau derivat dari Al-Qur’an dan As-Sunnah (seperti Ijma’ dan Qiyas). Piagam PBB bersumber dari kesepakatan wakil 50 negara yang hadir dalam dalam Konferensi PBB di San Francisco pada tanggal 26 Juni 1945. (https://www.un.org/en/about-us/history-of-the-un/preparatory-years).

 

Kedua, Tertolak Secara Historis

Piagam PBB tertolak secara historis, yaitu Piagam PBB tertolak sebagai sumber hukum Islam berdasarkan sejarah bahwa cikal bakal PBB adalah aliansi negara-negara Kristen Eropa untuk menghadapi futūḥāt Khilafah Utsmaniyah.

 

Berdirinya PBB, termasuk landasannya berupa Piagam PBB, latar belakang historisnya sebenarnya cukup panjang, tidak bisa disederhanakan hanya berlatar belakang pendek seputar Perang Dunia I (1914-1918) dan Perang Dunia II (1939-1945).

 

Cikal bakal PBB menjulur jauh ke belakang sejak adanya aliansi negara-negara Kristen Eropa untuk menghadapi futūḥāt Daulah/Khilafah Utsmaniyah pada akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16 M.

 

Futūḥāt Daulah/Khilafah Utsmaniyah itu terjadi akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16 Masehi, yang berhasil menaklukkan negeri-negeri Kristen Eropa, seperti Yunani, Romania, Albania, Yugoslavia dan Hungaria. Futūḥāt berhenti tahun 1529 di pintu gerbang kota Wina, Austria. Inilah yang mendorong negara-negara Kristen Eropa membentuk aliansi guna menghadapi futūḥāt Daulah/Khilafah Utsmaniyyah.

 

Aliansi itu awalnya terdiri dari negara-negara Kriten Eropa saja, tapi dalam perkembangannya menerima keanggotaan negara Kristen dari luar Eropa, dan akhirnya menerima keanggotaan semua negara baik Kristen maupun non Kristen, dari Eropa dan non Eropa.

 

Di abad ke-20, aliansi itu bertransformasi menjadi LBB (Liga Bangsa-Bangsa) pada tahun 1920, lalu pada tahun 1945 menjadi PBB. (Perserikatan Bangsa-Bangsa). (Taqiyuddin An-Nabhani, Mafāhīm Siyāsiyyah, hlm. 160-163).

 

Berdasarkan penjelasan historis tersebut, sungguh tidak pantas sebuah negeri muslim bergabung dengan PBB atau menjadikan Piagam PBB sebagai sumber hukum Islam atau acuan dasar untuk membangun Fiqih Peradaban.

 

Hal itu dikarenakan cikal bakal PBB justru adalah aliansi negara-negara kafir dari Eropa untuk menghadapi futūḥāt negara Khilafah Utsmaniyah. Itu artinya, negeri muslim yang bergabung atau mendukung PBB sesungguhnya telah memposisikan dirinya menjadi bagian dari aliansi dari negara-negara kafir, untuk berhadap-hadapan dengan Khalifah dan negara Khilafah, yang justru Khalifah itu merupakan representasi pemimpin umat Islam dan Khilafah adalah representasi sistem pemerintahan Islam saat itu.

 

Jadi mengikuti PBB dan Piagamnya, sesungguhnya adalah perbuatan memberikan walā’/muwālah (loyalitas) kepada kaum kafir, sesuatu yang jelas haram dilakukan seorang muslim. (Lihat QS Ali ‘Imrān : 28; QS Al-Mā’idah : 51, dsb).

 

Firman Allah SWT :

 

لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُوْنَ الْكٰفِرِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ مِنْ دُوْنِ الْمُؤْمِنِيْنَۚ وَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللّٰهِ فِيْ شَيْءٍ اِلَّآ اَنْ تَتَّقُوْا مِنْهُمْ تُقٰىةً ۗ وَيُحَذِّرُكُمُ اللّٰهُ نَفْسَه وَاِلَى اللّٰهِ الْمَصِيْرُ

 

“Janganlah orang-orang beriman menjadikan orang kafir sebagai pemimpin, melainkan orang-orang beriman. Barang siapa berbuat demikian, niscaya dia tidak akan memperoleh apa pun dari Allah, kecuali karena (siasat) menjaga diri dari sesuatu yang kamu takuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu akan diri (siksa)-Nya, dan hanya kepada Allah tempat kembali.” (QS Ali ‘Imrān : 28).

 

Firman Allah SWT :

 

 يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُوْدَ وَالنَّصٰرٰٓى اَوْلِيَاۤءَ ۘ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۗ وَمَنْ يَّتَوَلَّهُمْ مِّنْكُمْ فَاِنَّه مِنْهُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَ

 

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai walimu (pemimpin/teman setia, dsb); mereka sebagian adalah wali bagi sebagian lain. Barangsiapa di antara kamu yang menjadikan mereka sebagai pemimpin, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS Al-Ma’idah : 51).

 

Ketiga, Tertolak Secara Empiris

Piagam PBB tertolak secara empiris, yaitu Piagam PBB tertolak sebagai sumber hukum Islam berdasarkan fakta empiris bahwa PBB telah gagal mewujudkan perdamaian dan mencegah perang.

 

Mereka yang mencermati secara kritis peran PBB dalam menyelesaikan berbagai konflik dan perang di berbagai kawasan dunia, akan menyimpulkan bahwa PBB adalah lembaga yang “impoten”, lembaga yang mengalami kegagalan (failure), serta lembaga “un-faedah” atau useless (tak berguna) dalam mengatasi konflik atau perang di berbagai kawasan dunia.

 

Bukti nyata, apa peran PBB dalam menghentikan perang Ukraina dan Rusia sejak Februari 2022 hingga Februari 2023 saat ini ? Berhasilkah PBB mencegah atau menghentikan perang Ukraina dan Rusia tersebut?

 

Kemanakah perginya PBB dan Piagam PBB yang digembar-gemborkan sebagai sumber hukum Islam itu ketika saat ini jumlah tentara Rusia dan Ukraina yang tewas mencapai 200.000 orang dari kedua belah pihak? Kemana PBB dan Piagam PBB yang mau dijadikan sumber hukum Fiqih Peradaban itu ketika jumlah penduduk sipil Ukraina yang tewas sudah mencapai 40.000 orang? (data per 10 November 2022. Sumber https://www.bbc.com/news/world-europe-63580372).

 

Jadi, kalau ada yang bilang PBB pantas dirujuk karena merupakan lembaga internasional yang bertujuan untuk mewujudkan perdamaian dan harmonisasi dunia, bla bla bla, maka buktinya adalah zonk, alias tidak ada ! Itu hanya omongan dusta, tak ada buktinya. Omongan sampah.

 

Karena sangat lemah dan gagalnya PBB mencegah perang, tak heran banyak pihak yang mengkritisi kinerja PBB yang sangat payah itu. Berikut ini contoh-contoh penilaian kritis terhadap kinerja PBB akhir-akhir ini dalam perang Ukraina dan Rusia.

 

Misalnya, situs CNN memberitakan bahwa PBB adalah lembaga yang tak bisa berbuat lebih banyak (doing more) dalam menyetop perang Ukraina dan Rusia. (https://www.google.com/amp/s/amp.cnn.com/cnn/2022/04/15/politics/united-nations-ukraine-russia/index.html).

 

 

https://www.google.com/amp/s/amp.cnn.com/cnn/2022/04/15/politics/united-nations-ukraine-russia/index.html

 

Lembaga IJR (Institute for Justice and Reconciliation) menilai PBB adalah lembaga yang mengalami kegagalan (failure) memediasi Ukraina dan Rusia yang berperang sejak Februari 2022. (https://www.ijr.org.za/2022/09/30/un-security-council-failure-to-mediate-in-the-russia-ukraine-conflict).

 

 

 

PBB dinilai lembaga un-faedah (useless) dalam perang Ukraina dan Rusia sejak Februari 2022 hingga Februari 2023 ini. (https://warontherocks.com/2022/07/the-united-nations-hasnt-been-useless-on-ukraine/)

 

 

https://warontherocks.com/2022/07/the-united-nations-hasnt-been-useless-on-ukraine/

 

Kegagalan PBB mencegah perang ini, artinya PBB dan Piagam PBB terbukti telah menjadi sumber dharar (bahaya) secara internasional karena gagal mencegah kematian banyak sekali manusia akibat perang-perang yang gagal dicegah atau dihentikan oleh PBB dan Piagamnya.

 

Padahal Islam telah mengharamkan terjadinya dharar (bahaya), sesuai sabda Nabi SAW :

 

لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ

 

”Tidak boleh menimbulkan bahaya bagi diri sendiri (dharar) dan bahaya bagi orang lain (dhirār).” (HR Ahmad, al-Musnad, no. 2865; Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, no. 2341).

 

Lalu bagaimana mungkin kita umat Islam percaya kepada PBB sebagai lembaga yang bisa menjaga perdamaian dunia? Bagaimana mungkin kita menjadikan Piagam PBB yang gagal dan tak berguna itu sebagai sumber hukum Islam?

 

Bagaimana mungkin kita menjadikan Piagam PBB yang gagal mencegah perang yang berdarah-darah sebagai dasar untuk membangun fiqih peradaban yang baru?

 

Lalu Fiqih Peradaban macam apakah yang akan dapat dibangun atas dasar dukungan kepada PBB dan Piagamnya, jika PBB adalah lembaga yang terbukti un-faedah, lemah dan gagal dalam mencegah perang yang kejam dan berdarah-darah?

 

Keempat, Tertolak Secara Politis

Piagam PBB tertolak secara politis, yaitu Piagam PBB tertolak sebagai sumber hukum Islam berdasarkan alasan karena PBB adalah instrumen politik negara-negara kafir penjajah.

 

Mereka yang mempunyai kesadaran politik global, akan memahami bagaimana hubungan PBB dengan negara-negara kafir imperialis seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis, yakni PBB sebenarnya sekedar alat (tool) bagi kepentingan negara-negara kafir penjajah itu untuk terus mendominasi dan menghisap kekayaan dunia.

 

Berikut ini bukti adanya kesadaran politik dari kelompok kiri (sosialis) yang sudah menilai PBB sebagai alat bagi Amerika Serikat, padahal saat itu (tahun 1946) PBB baru satu tahun berdiri.

 

 

“UNO Is U.S. Tool” (PBB adalah alat Amerika Serikat).

Sumber ://www.ebay.com/itm/373626659811

 

Dengan demikian, merujuk kepada PBB dan Piagam PBB artinya adalah mendukung instrumen politik negara-negara kafir penjajah untuk terus mendominasi dan menghisap kekayaan dunia.

 

Padahal Islam telah mengharamkan adanya suatu jalan (sarana/instrumen) yang dapat membuat kaum kafir mendominasi umat Islam, sesuai firman Allah SWT :

 

وَلَنْ يَّجْعَلَ اللّٰهُ لِلْكٰفِرِيْنَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ سَبِيْلًا ࣖ

 

“Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi suatu jalan kepada orang kafir untuk menguasai orang-orang beriman.” (QS An-Nisā` : 141).

 

Kesimpulan

Dari uraian di atas, jelaslah bahwa PBB adalah organisasi yang didirikan oleh negara-negara kafir penjajah dan Piagamnya sama sekali tidak bersumber dari Islam.

 

Maka dari itu, dapat disimpulkan Piagam PBB tidak boleh dijadikan sumber hukum Islam secara mutlak. Berhukum kepada PBB dan Piagam PBB, untuk menolak wajibnya Khilafah misalnya, hakikatnya adalah berhukum kepada thāghūt dan syariah kufur yang sama sekali tidak halal dilakukan oleh muslim mana pun di seluruh penjuru dunia hingga Hari Kiamat kelak. Firman Allah SWT :

 

يُرِيْدُوْنَ اَنْ يَّتَحَاكَمُوْٓا اِلَى الطَّاغُوْتِ وَقَدْ اُمِرُوْٓا اَنْ يَّكْفُرُوْا بِه وَيُرِيْدُ الشَّيْطٰنُ اَنْ يُّضِلَّهُمْ ضَلٰلًا ۢ بَعِيْدًا

 

“Mereka [orang munafik] masih menginginkan ketetapan hukum kepada thaghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari thaghut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) kesesatan yang sejauh-jauhnya.” (QS An-Nisā` : 60). Wallāhu a’lam.


Artikel Lainnya





Bagi para pembaca yang ingin menanyakan masalah Agama kepada KH. M. Shiddiq Al Jawi, silakan isi form pertanyaan di bawah ini. KH. M. Shiddiq Al Jawi insya Allah akan berusaha menjawab pertanyaan dari para pembaca melalui email.