Sungguh Berdosa Mengganti Azan di TV dengan Running Text demi Misa Paus


 

Tintasiyasi.ID -- Ahli Fikih Islam K.H. M. Shiddiq Al-Jawi, M.Si. merespons himbauan Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik kepada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yang meminta mengganti siaran azan Magrib dengan running text atau teks berjalan saat pelaksanaan misa akbar yang dipimpin Paus Fransiskus di Stadiun Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Kamis, 5 Sepetember 2024. 

 

“Begini tanggapan terkait himbauan mengganti siaran azan Magrib dengan running text atau teks berjalan saat pelaksanaan misa akbar yang dipimpin Paus Fransiskus di SUGBK hari Kamis, 5 Sepetember 2024,” rilisnya kepada TintaSiyasi.ID, Kamis (05/09/2024).

 

Pendahuluan (Duduk Perkara)

 

Awalnya ada sebuah surat yang dilayangkan oleh Panitia Kunjungan Paus Fransiskus, yang diketuai oleh Ignasius Jonan (Menteri ESDM 2016-2019) kepada Kementerian Agama.

 

Surat tersebut dengan Nomor 350/PAN-EXT-KP/VIII/2024 tertanggal 9 Agustus 2024, perihalnya adalah Permohonan Dukungan, terkait kunjungan Paus Fransiskus di Indonesia 3-6 September 2024. [1]

 

Merespon surat Panitia Kunjungan Paus Fransiskus tersebut, maka Kementerian Agama bersurat kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dalam surat dengan nomor: B86/DJ.V/BA.03/09/2024 per 1 September 2024 perihal Permohonan Penyiaran Azan Magrib dan Misa bersama Paus Fransiskus.

 

Surat yang ditandatangani oleh Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin dan Dirjen Bimas Katolik Suparman ini, diklaim bersifat permohonan dan memuat dua substansi, yaitu;

 

Pertama, saran agar Misa bersama Paus Fransiskus pada Kamis 5 September 2024 disiarkan secara langsung pada pukul 17.00 WIB – 19.00 WIB di seluruh televisi nasional.

 

Kedua, agar penanda waktu magrib ditunjukkan dalam bentuk running text sehingga misa bisa diikuti secara utuh oleh umat Katolik di Indonesia. [2]

 

Merespons surat Kementerian Agama tersebut, maka Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersurat kepada para Ketua Asosiasi dan Persatuan Lembaga Penyiaran, isinya sebagai berikut:

  1. Agar Misa yang dipimpin oleh Paus Fransiskus pada tanggal 5 September 2024 pada pukul 17.00 s.d. 19.00 WIB disiarkan secara langsung dengan tidak terputus pada seluruh televisi nasional;
  2. Sementara itu, di antara pukul 17.00 s.d. 19.00 WIB azan Magrib juga disiarkan;
  3. Sehubungan dengan hal tersebut, mohon kiranya penyiaran azan Magrib dapat dilakukan dengan running text. [3]

 

Respon masyarakat Muslim di Indonesia terhadap penggantian azan di TV dengan running text, secara garis besar ada dua pendapat/respons:

 

Pertama, menganggap itu tidak masalah, karena azan di TV itu cuma azan elektronik, bukan azan sebenarnya di masjid-masjid yang ada di kampung-kampung, demi menghormati misa Paus. Ini pendapat MUI yang diwakili oleh K.H. Cholil Nafis. PBNU berpendapat serupa. [4] [5]

 

Kedua, mengecam keras dan mengganggap itu sebagai pemberangusan syiar azan. Ini pendapat ahli hukum Prof. Eggi Sudjana, S.H., pengamat politik Rizal Fadhilah, dll. [6]

 

Hukum Azan Elektronik Di TV Dalam Dua Tinjauan; Sebagai Azan Elektronik Semata dan sebagai Syiar Islam

 

Azan yang ditayangkan di TV-TV dapat dilihat dari dua tinjauan (i’tibār), yaitu;

 

Pertama, azan di TV dalam kedudukannya sebagai azan elektronik rekaman semata, yang hukumnya mubah (tidak wajib), yang berbeda dengan azan syar’i yang hakiki, yaitu azan yang dikumandangkan oleh seorang muazin di masjid, yang hukumnya fardu kifayah.

 

Kedua, azan di TV dalam kedudukannya sebagai syiar Islam, yang walaupun hukum asalnya tidak wajib, namun hukumnya menjadi wajib ditampakkan dalam kedudukannya sebagai syiar Islam. Azan elektronik sebagai syiar Islam ini wajib hukumnya ditampakkan kepada publik, yang berakibat dosa jika ditiadakan/dihapuskan oleh umat Islam.

 

Penjelasannya secara lebih detail adalah sebagai berikut;

 

Azan TV sebagai Azan Rekaman Semata

 

Azan yang ditayangkan di TV-TV pada faktanya adalah azan rekaman, bukan azan hakiki yang syar’i, yaitu azan yang secara konkret dilakukan oleh seorang muazin secara live (langsung). Azan rekaman inilah yang kemudian disiarkan secara luas oleh berbagai stasiun TV kepada masyarakat.

 

Sebagai azan rekaman, hukum azan TV berbeda dengan hukum azan hakiki yang syar’i. Azan hakiki hukumnya fardu kifayah menurut pendapat yang rajih, sedangkan azan rekaman di TV, hukumnya boleh (mubah), tidak wajib.

 

Berikut ini fatwa Lajnah Da`imah mengenai azan rekaman (al-adzān al-musajjal) :

 

اَلْأَذاَنُ الَّذِيْ يُذاَعُ مِنَ الْمُسَجَّلِ : لاَ يَكْفِيْ عَنِ اْلأَذاَنِ الشَّرْعِيِّ الْمَشْرُوْعِ لِلْإِعْلاَمِ بِدُخُوْلِ الْوَقْتِ ؛ لِأَنَّهُ لَيْسَ أَذاَناً حَقِيْقِيّاً ، وَإِنَّماَ هُوَ صَوْتٌ مَخْزُوْنٌ ، وَاْلأَذاَنُ عِباَدَةٌ لاَ بُدَّ فِيْهاَ مِنْ عَمَلٍ وَنِيَّةٍ ؛ لِقَوْلِ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (إِنَّماَ اْلأَعْماَلُ بِالنِّياَتِ ، وِإِنَّماَ لِكُلِّ امْرِئٍ ماَ نَوَى) فتاوى اللجنة الدائمة المجموعة الثانية (5/62-63)

 

“Azan yang dikumandangkan dari rekaman, tidaklah mencukupi dari azan syar’i yang disyariatkan untuk memberitahukan masuknya waktu (sholat), karena azan rekaman itu bukanlah azan yang hakiki, melainkan sekedar suara yang direkam, padahal azan itu merupakan ibadah yang tidak boleh tidak harus ada amal (perbuatan) dan niat, sesuai sabda Nabi SAW,”Sesungguhnya amal-amal itu bergantung pada niat-niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai apa yang dia niatkan.” (Fatāwā Lajnah Dā’imah, Majmū’ah Tsāniyah, 5/62-63). [7]

 

Berdasarkan fatwa Lajnah Da`imah tersebut, azan di TV yang merupakan azan elektronik rekaman, tidak dapat dihukumi wajib/fardu kifayah sebagaimana azan hakiki yang hukumnya fardu kifayah, melainkan sekedar boleh (mubah) saja.

 

Maka dari itu, jika sebuah stasiun TV tidak menayangkan azan maghrib di kanal TV-nya, hukum asalnya tidak mengapa alias boleh-boleh saja. Inilah hukum asal azan di TV jika ditinjau semata-mata sebagai azan elektronik yang direkam.

 

Azan TV sebagai Syiar Islam

 

Akan tetapi, hukum bolehnya peniadaaan azan TV yang sudah dijelaskan tersebut, adalah hukum untuk individu (perorangan) (Arab: al-afrād).

 

Adapun jika peniadaan azan TV ini merupakan kebijakan pemerintah, atau kesepakatan suatu komunitas (misalnya dalam hal ini asosiasi lembaga penyiaran, dsb), sehingga kemudian diberlakukan secara umum untuk masyarakat luas, maka peniadaan azan di TV hukumnya haram dan berdosa di sisi Allah. Ini karena peniadaan azan TV tersebut merupakan tindakan menghapuskan syiar-syiar Allah (sya’āirullāh) yang hukumnya wajib untuk ditampakkan di tengah masyarakat.

 

Jadi, azan yang ditayangkan di TV-TV meski bukan azan hakiki yang syar’i, dan hukum asalnya boleh (mubah), tidak wajib, namun sebagai syiar Islam, azan di TV hukumnya wajib untuk ditampakkan kepada masyarakat, tidak boleh ditiadakan oleh kebijakan pemerintah atau kesepakatan komunitas tertentu.

 

Yang dimaksud syiar-syiar Allah (sya’āirullah), adalah setiap-tiap tanda bagi eksistensi agama Islam dan ketaatan kepada Allah SWT. Contohnya : sholat jamaah, sholat Jumat, sholat Idul Fitri/Adha, puasa, haji, azan, iqamat, dan sebagainya. (Al-Mausū’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 26/97-98).

 

Lihat juga

UIY: Dalam Keluarga, Hubungan Suami Istri Adalah Ibadah

Kepuasan Seksual Itu Cenderung Destruktif jika Tidak Dibimbing

Dalam kitab Al-Mausū’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah disebutkan:

 

يَجِبُ عَلىَ الْمُسْلِمِيْنَ إِقَامَةُ شَعَائِرِ الْإِسْلاَمِ الظّاهِرَةِ ، وَإِظْهَارُهَا ، فَرْضاً كَانَت الشَّعِيْرَةُ أَمْ غَيْرَ فَرْضٍ

 

Wajib hukumnya atas kaum Muslim untuk menegakkan syiar-syiar Islam yang bersifat zhahir, dan juga wajib menampakkannya [di tengah masyarakat], baik syiar Islam itu sendiri sesuatu yang hukumnya wajib maupun yang hukumnya tidak wajib.” (Al-Mausū’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 26/98).

 

Kewajiban menampakan syiar-syiar Islam tersebut dalilnya firman Allah SWT :

 

ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ

 

Demikianlah (diperintahkan). Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS Al-Hajj [22] : 32). (Al-Mausū’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 26/98).

 

Kesimpulan

 

Kesimpulannya, hukum asalnya azan elektronik di TV yang sifatnya rekaman itu memang tidak wajib hukumnya, melainkan sekedar boleh (mubah) hukumnya menurut syarak (hukum Islam). Sebagai sesuatu yang boleh (mubah), hukum asalnya tidak mengapa jika sebuah stasiun TV tidak menayangkan azan TV elektronik rekaman tersebut.

 

Namun azan di TV juga berkedudukan sebagai syiar Islam, yang wajib hukumnya ditampakkan di muka publik, walaupun syiar Islam itu hukum asalnya tidak wajib.

 

Oleh karenanya, jika peniadaan azan di TV itu merupakan kebijakan pemerintah, atau kesepakatan komunitas tertentu, maka peniadaan azan TV berarti merupakan tindakan menghapuskan syiar-syiar Allah (sya’āirullāh) yang hukumnya wajib untuk ditampakkan di tengah masyarakat dan berdosa jika ditiadakan. Wallāhu a’lam.[] Rere

 

 

Catatan Akhir:

 

[1] https://kemenag.go.id/pers-rilis/terkait-azan-magrib-pada-5-september-2024-ini-penjelasan-kemenag-s0DDU

[2] https://www.kominfo.go.id/content/detail/58760/terkait-azan-magrib-pada-5-september-2024-ini-penjelasan-kemenag/0/berita

[3] https://www.suara.com/news/2024/09/04/210327/kata-menkominfo-soal-azan-maghrib-diganti-running-text-di-tv-saat-misa-paus

[4] https://mui.or.id/baca/berita/azan-tv-diganti-running-teks-saat-misa-paus-mui-tidak-masalah-azan-di-masjid-tetap-berkumandang

[5] https://mediaindonesia.com/humaniora/698191/pbnu-dukung-kominfo-siarkan-azan-magrib-lewat-running-text-tv

[6] https://beritaind.com/2024/09/04/dirjen-katolik-jangan-nantang-perang-salib-umat-islam-indonesia/

[7] https://islamqa.info/ar/answers/149375/حكم-الاذان-المسجل-بدلا-من-الموذن


Berita Lainnya





Bagi para pembaca yang ingin menanyakan masalah Agama kepada KH. M. Shiddiq Al Jawi, silakan isi form pertanyaan di bawah ini. KH. M. Shiddiq Al Jawi insya Allah akan berusaha menjawab pertanyaan dari para pembaca melalui email.